Kisah ini bermula ketika tetangga di dekat kostku, Tante Lela, yg
berstatus janda beranak satu, memintaku untuk memberikan private
Matematika kepada Wina, anak perempuannya yang waktu itu duduk di kelas 3
SMP, karena katanya, anaknya memiliki kelemahan di dalam mata pelajaran
Matematika, ditambah lagi dengan kekhawatiran akan tidak lulus dalam
ujian nasional.
Permintaan tersebut aku tanggapi dengan baik, dan lebih pada
keinginan untuk menutupi kebutuhan hidup sehari-hari sebagai seorang
mahasiswa yang hidup jauh dari keluarga. Apalagi pelajaran yang diminta
juga memang sesuai dengan jurusan yang kuambil di kampus, jadi tidak
jadi masalah bagiku.
Sesuai dengan jadwal private yang telah disepakati, yaitu jam 08.00
malam, dua kali seminggu, aku datang ke rumah tetanggaku tersebut.
Karena jaraknya yang hanya terhalang oleh beberapa rumah saja dari
kostku, maka aku hanya mendatanginya dengan jalan kaki, itung-itung
ngirit bensin… Lumayan lah! dengan gaji 50ribu – per pertemuan, aku bisa
menghitung berapa penghasilanku per bulan.
Pada awalnya semua berjalan lancar, seperti layaknya private pada
umumnya. Sekitar pukul 09.30 atau kadang molor sampai jam 10.00 malam,
barulah aku minta izin pulang. Sampai pada suatu malam, sesuai dengan
jadwal, aku datang ke rumah tetanggaku tersebut, dengan maksud
memberikan private pada anaknya, tetapi ternyata yang ada hanya Tante
Lela. Katanya sih si Wina keluar dengan temannya karena suatu keperluan.
Kata tante Lela, mungkin sebentar lagi juga pulang. Sementara menunggu,
Tante Lela menyuguhkan secangkir teh hangat dan sedikit makanan kering
kepadaku. Dalam selang waktu itu terjadi percakapan kecil antara aku dan
tante Lela.
“Silahkan diminum airnya, nak Rey!” kata tante Lela.
“Iya, Tante!” jawabku sambil mengambil gelas berisi teh hangat yang ada di depanku.
“Sudah semester berapa sekarang?” tanya Tante Lela memulai percakapan.
“Sudah semester akhir sih, Tante! cuman… Skripsi saya belum selesai.”
jawabku agak malu-malu sambil meletakkan kembali gelas teh ke atas meja.
“Wah… hampir selesai dong! Kalau sudah lulus, nggak ada lagi dong ngasih private buat Wina…” kata Tante Lela
“Ah, masih lama juga sih, Tante! Mungkin duluan Wina lulus ketimbang saya…” jawabku merendah
“Hahaha… kerasan kuliah ya? nggak kepingin merit?” Tanya Tante Lela yg lumayan mengagetkanku.
“Hehehe… pingin sih, Tante! Tapi kerja aja belum, masa dah mikir merit…!?” Jawabku.
“Kamu itu gimana sih? ntar nyesel nunda-nunda kawin…” kata Tante Lela menggodaku. “nyesel kenapa, Tante?” tanyaku.
“Dasar anak muda! Kawin itu enak lho…!!” kata tante Lela.
“Hahaha… kalau mikir gitu2nya aja sih memang enak, Tante! tapi tanggung jawabnya kan besar kan, Tante!?” Jawabku.
Tiba-tiba Tante bangkit dari tempat duduknya, lalu ia duduk di
sampingku. Aku terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Tante Lela,
tetapi tiba-tiba ia berbisik di telingaku…
“kalau kamu mau, kamu nggak perlu mikir masalah tanggung jawab, nak Rey!” begitu bisik Tante Lela di telingaku.
Seketika itu juga, tiba-tiba tangannya menyentuh kemaluanku yang tidur di balik celana jeans yang ku kenakan.
“Tante! kalau Wina datang gimana?” tanyaku akan gugup dengan aksi
Tante Lela terhadapku. Mendengar pertanyaanku itu, Tante Lela mendorong
tubuhku hingga terbaring di Sofa, dan menindih tubuhku lalu kembali
berbisik.
“Tenang saja! Semua sudah tante rencanakan. Wina tidak akan pulang ke rumah malam ini, karena ia sedang ada kegiatan Camping di sekolahnya. Tadi sore, Wina pesan sama tante, minta tolong menyampaikan ke kamu bahwa private malam ini ditiadakan dulu…” Penjelasan tante itu cukup mengagetkanku. Dalam perasaan gugup bercampur birahi yang menggoda, tiba-tiba tante Lela yang duduk di atas tubuhku yang terbaring di sofa ruang tamu itu, tante melepaskan bajunya sehingga payudara putih besar yang tertampung dalam Bra putih menjadi pemandangan langka di hadapanku. Seterusnya tante Lela melepaskan rok panjang yang ia kenakan, sehingga sesosok tubuh wanita yang hanya tertutup oleh BH dan CD menjadi pemandangan nyata di depan mata.
Sejujurnya, aku tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan langka ini,
tapi rasa gugup dan terkejut masih menyelimuti hatiku. Di saat itulah,
tiba-tiba tante Lela berusaha membuka kancing celanaku dan menurunkan
reslitingku. Dia tersenyum padaku, lalu berkata: “Burungmu pasti sulit
bernafas kalau tidak dikeluarkan….” katanya. Mendengar kata-kata itu,
akupun berusaha melempar senyumku dan seketika itu juga ku turunkan
celana jeansku dan ku biarkan tante Lela yang mengeluarkan penis dari
celana dalamku.
Batang penisku yang sudah tegang, langsung menyembul keluar setelah
tante Lela menurunkan CDku. Beberapa saat tante memandangi dan meremas
batang penisku, lalu ia menunduk dan memasukkan penisku ke dalam
mulutnya. sebuah kenikmatan yang tak tertahan saat lidah tante Lela
membelai kepala penisku. Sepertinya, aku tidak mampu menahan punjak
birahi yang sudah berada di ubun-ubun. Akibatnya, spermaku pun keluar
dengan kencang mengisi mulut tante yang sedang asyik memainkan lidahnya
di kepala penisku.
Melihat cepatnya aku mencapai puncak, tante Lela bukannya kecewa. Ia
malah tersenyum dengan lelehan sperma di bibirnya. Tante Lela
mengeluarkan sisa sperma yang masih berada di mulutnya dan meludahkannya
ke batang penisku. Kemudian ia kembali mengulum penisku yang mulai
melemah selama beberapa saat.
Dengan bibir yang masih berlumuran sperma, tante Lela kembali
menjatuhkan tubuhnya di atas tubuhku, lalu mencium bibirku. ku coba
untuk membalas reaksinya dengan menyambut lidahnya yang masuk ke
mulutku. Ku rasakan sebuah sensasi yang luar biasa ketika tante Lela
seakan mengajak berbagi sperma di mulutku. Aku tidak perduli dengan bau
sperma yang kecut harus masuk ke tenggorokanku, yang ku pikirkan
hanyalah bagaimana caranya agar penisku bisa kembali bangkit dari
kematiannya.
Ku ku coba meremas-remas payudara besar yang masih terbungkus BH,
sebuah hal yang luar biasa yang tidak pernah ku mimpikan sebelumnya.
Ternyata menjadi guru private anak tetangga merupakan awal hilangnya
keperjakaanku. Tante Lela telah merencanakan ini secara sempurna tanpa
ku ketahui sebelumnya. Mungkin sebagai seorang janda, ia juga merindukan
nikmatnya saat melakukan hubungan dengan suaminya yang telah meninggal
dunia sekitar setahun yang lalu.
Setelah puas berciuman mesra di sofa, Tante Lela bangkit dari
tubuhku. Ia kemudian menarik celana Jeans dan CDku sampai terlepas dan
memintaku untuk melepaskan baju juga. ku turuti saja keinginannya,
hingga aku menjadi sesosok laki-laki bugil dengan penis yang mati
tergantung.
Tante Lela memegang tanganku dan menarikku menuju sebuah kamar yang
bisa dipastikan adalah kamar tidurnya. Setelah berada di dalam kamar,
tante Lela melepaskan BH dan CD putih yang ia kenakan. Kemudian ia
berdiri di hadapanku dengan tubuh bugil. Dalam posisi berdiri, kami
kembali berciuman. Lalu ia berkata padaku:
Melihat cepatnya aku mencapai puncak, tante Lela bukannya kecewa. Ia
malah tersenyum dengan lelehan sperma di bibirnya. Tante Lela
mengeluarkan sisa sperma yang masih berada di mulutnya dan meludahkannya
ke batang penisku. Kemudian ia kembali mengulum penisku yang mulai
melemah selama beberapa saat.
“Rey! jika kamu sudah siap, lakukan saja yang ingin kau lakukan
dengan tante…. Tante akan menunggu…” demikian perkataannya yang dipenuhi
dengan birahi indah. Ia kemudian berjalan meninggalkanku dan
menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur empuk yang ada di kamarnya
itu. Ajakan itu tak ingin ku sia-siakan dan hilang begitu saja. Sesosok
tubuh wanita yang siap untuk dinikmati, kenapa tidak ku manfaatkan…!?
Tanpa pikir panjang, ku dekati tubuh tante Lela yang telah terhidang
siap saji untuk disantap. Lalu ku mulai aksiku dari menaiki tubuh tante
Lela dan mencium bibirnya. Bibir dan lidah kami saling beradu dalam
suasana yang penuh birahi. Sambil terus berciuman, ku remas salah satu
payudara Tante Lela yang lumayan besar dan lembek, dengan salah satu
tangan menopang berat tubuhku agar tidak menindih sempurna tubuh tante
Lela.
Aktivitas itu terus ku lakukan, hingga akhirnya batang penisku
kembali terjaga dari tidurnya. Dalam suasana penuh nafsu yang tak
tertahan, ku sentuh selangkangan tante Lela yang ditumbuhi oleh bulu
yang lebat. Ku coba untuk merayap dan memasukkan jariku ke belahan di
pangkal paha tante Lela. Tidak terlalu sulit untuk mendapatkannya,
hingga dalam beberapa detik, aku telah berhasil menenggelamkan jari
tengahku di lobang vagina tante Lela. Sesaat kemudian, ku mainkan jariku
di lobang yang basah itu, sehingga membuat tante Lela mendesah.
Sepertinya dia mulai merasakan kenikmatan bercinta denganku.
Sebagai seorang yang tidak pernah melakukan hubungan seks layaknya
suami istri, aku tidak begitu mengerti apa yang harus ku lakukan pada
tubuh bugil yang saat itu telah siap untuk ku nikmati. Yang ada dalam
pikiranku hanyalah menikmati, dan bukan memberi kenikmatan.
Tanpa terlalu lama bermain dengan benda yang juga baru pertama kali
ku sentuh, aku mulai berpikir untuk memasukkan penisku yang sudah cukup
keras ke dalam lobang vagina tante Lela yang kenyal dan dikelilingi oleh
bulu yang lebat. Aku merubah posisi ku, lalu mengarahkan kepala penisku
ke belahan di sela paha tante dengan tanganku. Mungkin karena statusnya
yang janda beranak satu, alias sudah bukan perawan, batang penisku
tidak terlalu sulit untuk menerobos masuk ke vagina tante Lela.
Rasa yang ku dapatkan saat menggenjot lobang vagina tante Lela yang
lembat sungguh tidak bisa ku lukiskan dengan kata-kata. Batang penisku
yang terjepit oleh dinding vagina yang kenyal benar-benar memaksaku
untuk menuju puncak birahi. Tidak seberapa lama aku melakukan hal
tersebut, dapat ku rasakan bahwa desiran darahku seakan berkumpul di
pangkal penisku. Saat itulah, aku semakin meningkatkan tempo
permainanku, hingga akhirnya aku tidak tahan lagi. Ku hentakkan pantatku
sekeras mungkin, sehingga penisku tenggelam sempurna di dalam lobang
vagina tante Lela dan ku rasakan spermaku keluar dan mengisi lobang
vagina tante Lela.
Aku sama sekali tidak berpikir akan akibat yang mungkin terjadi
dengan tertanamnya sperma di rahim tante Lela, kecuali setelah batang
penisku kembali melemah dan ku jatuhkan tubuhku di samping tubuh tante
Lela yang basah bermandikan keringat. Tante Lela tersenyum padaku, lalu
berkata:
“Nggak perlu belajar lama, ya?” kata tante sambil bangkit dari
posisinya. Entah apa yang akan dia lakukan, ia berdiri di atas tempat
tidur lalu ia duduk di atas dadaku sambil mengarahkan vaginanya yang
masih basah tersebut ke daerah wajahku.
“Mainkan lidahmu, Rey!” Kata tante kemudian.
Tanpa pikir panjang dan banyak tanya, ku turuti saja keinginannya, ku
jilati belahan vagina tante Lela yang duduk di atas wajahku. Dengan
bantuan jariku, ku buka belahan vagina tante yang kenyal itu lalu ku
masukkan lidahku sedalam-dalamnya ke lobang vagina tante Lela. Tiba-tiba
ku rasakan cairan putih kental yang tidak lain adalah spermaku keluar
dari lobang vagina tante Lela dan masuk ke mulutku. Meskipun agak jijik,
tapi aku tidak berani memuntahkannya dari mulutku. Aku hanya menahannya
di mulutku sambil terus memainkan lidahku di lobang vagina yang terbuka
lebar itu.
Beberapa saat setelah aktivitas menjilat itu ku lakukan untuk tante
Lela, ku coba untuk kembali menjatuhkan tubuh tante Lela ke tempat
tidur. Saat itulah, kembali ku cium bibir tante Lela sambil mengeluarkan
sperma yang ada di mulutku dan memasukkannya ke mulut tante Lela. Tante
Lela bukannya menolak, ia malah menerima dan bahkan menelat sperma yang
ku keluarkan di mulutnya.
Malam itu, aku tidak pulang ke kostku. Aku tidak bisa meninggalkan
indahnya bercinta dengan tante Lela, Ibu dari siswa privateku, karena ia
adalah wanita yang telah merampas keperjakaanku, sekaligus orang yang
pertama memberiku kenikmatan bercinta. Malam itu, aku tidak dapat
tertidur. Meskipun aku tahu tante begitu lelah dan mengantuk, tetapi aku
terus mengulangi hubungan seks dengan tante. Beberapa kali ku paksakan
untuk memasukkan penisku ke vagina tante Lela saat ia tertidur, tetapi
gesekan batang penisku di dinding vaginanya selalu membuatnya terbangun
dan kembali memberikan respon untuk aksi ajakanku.
Seingatku, malam itu aku melakukan hubungan seks dengan tante Lela
lebih dari 10 kali. Karena setiap kali penisku bangun, aku langsung
memasukkan ke lobang vagina tante. Dari pelajaran malam itu, yang ada di
pikiranku hanyalah keinginan untuk terus bisa merasakan vagina, hingga
akhirnya aku berhasil merenggut keperawanan Wina, putri tante Lela
sendiri.
Karena seringnya bercinta dengan Tante Lela, Ibu dari siswa
privateku, Wina, hubungan gelap tanpa komitmen yang selama ini terjalin
antara kami, tercium oleh Wina. Hal ini terjadi ketika suatu malam,
setelah aku memberikan private di rumah Wina, hujan turun dengan
lebatnya. Tante Lela menyarankan, agar aku tidak usah pulang dulu
sebelum hujan reda. Tetapi ternyata hujan tidak berhenti hingga lewat
jam 11 malam. Tante Lela menyarankan untuk bermalam saja.
Meskipun dengan sedikit basa-basi penolakan, tetapi tawaran itu ku
terima dengan senang hati, dan memang itu harapanku, berharap dinginnya
malam dengan suasana hujan lebat, akan menambah indah nuansa pencapaian
puncak birahi dalam bercinta dengan janda beranak satu itu.
Malam itu, aku hanya tidur di sofa ruang tamu, karena memang hanya
ada 2 kamar di rumah tante Lela. Mungkin hanya sekedar mengelabui Wina
yang belum tahu hubungan gelap yang ku jalin dengan Ibunya. Di sofa itu,
aku terus memainkan jariku di HPku yang hanya bergetar jika ada SMS
atau panggilan masuk, karena memang aku sedang SMSan dengan tante Lela
yang ada di kamarnya. Saling merayu di udara dengan bahasa yang mengoda
birahi.
Setelah memastikan Wina tertidur di kamarnya, sekitar pukul 12.30 malam, tante Lela mengirinkan SMS yang berbunyi:
“Rey! kKmr Tante dong skrg, Tante dah pngin bgt nch!”
Menerima SMS itu, dengan penuh semangat, aku keluar dari selimutku
dan bangkit dari sofa lalu melangkah perlahan ke kamar tante Lela.
Suasana hujan yang masih sangat lebat memberikan keleluasaan bagiku,
karena suara langkahku tidak akan memecah heningnya malam.
Saat aku membuka pintu kamar tante Lela, tiba-tiba Wina keluar dari
kamarnya. Hal tersebut tentu saja sangat mengejutkanku. Apalagi melihat
ekspresi keterkejutan Wina melihat gelagatku.
“Kaka! itu kamar Mama! Kaka mau apa?” begitulah kata yang terucap
dari gadis muda berusia 15 tahun, utri tunggal tante Wina. Aku yang
terkejut karena nyaris tertangkap basah dengan dorongan birahiku,
langsung berusaha mencari alasan yang tepat untuk jawaban untuk
pertanyaannya tersebut.
“Eeee….” jawabku seraya tanganku melepas gagang pintu kamar tante Lela yang kebetulan telah terlanjur terbuka, sambil terus berpikir keras untuk mencari alasan.
“Begini Win! tadi Kaka kira ini kamar kamu… Kata Mama kamu, Kaka disuruh
membangunkan kamu. Kamu disuruh Mama kamu tidur dengan Mama, Kaka di
suruh tidur di kamar kamu… Gitu, Win! Jawabku dengan bahasa yang agar
berbelit-belit. Wina mengerutkan keningnya beberapa saat, lalu kemudian
melempar senyumnya.
“Oo Iya, Kak! Kamar Wina di sini… Kakak tidur aja di sini…. biar Wina
tidur di kamar Mama” begitu jawab Wina sambil masuk kembali ke kamarnya
dengan maksud mungkin mengambil keperluan tidurnya.
Ku tutup kembali pintu kamar tante Lela dengan segudang kekecewaan,
karena hasrat yang memuncak tidak bisa terlampiaskan di malam yang
begitu mendukung ini. Dengan langkah lemas, ku beranjak ke kamar Wina,
dan ku lihat Wina telah siap meninggalkan kamarnya menuju kamar Mamanya.
“Silahkan, Ka!” sapa Wina mempersilahkan aku untuk tidur di kamarnya.
“Makasih, ya Win!” sapaku saat ia ke luar dari kamarnya. Wina hanya
melempar senyum saat berlalu dari hadapanku. Ku lihat dengan selimut di
tangannya, ia membuka kamar Mamanya, kemudian masuk dan menutup pintu
kamar Mamanya tersebut. Dengan tertutupnya pintu kamar tante Lela, maka
pupuslah harapan untuk bisa kembali bercinta dengan tante Lela.
Malam terus berlalu, tetapi aku tetap tidak bisa tertidur karena
gagalnya mencuri kesempatan indah untuk bercinta. jam 1 malam, hujan
telah berhenti, tiba-tiba HPku bergetar, dan ku lihat ada SMS masuk. ku
buka dan ku baca, ternyata tante Lela yg mengirimnya.
“Rey! kmu psti blm tdur kn?” itulah bunyi SMSnya. dengan masuknya SMS
itu, aku merasa ada secercah harapan baru untuk kembali bisa melepas
hasrat yang tertunda. langsung ku balas SMS tante Lela:
“blm, tnte? gimana nih? sy udah gak tahan mo nancepin lgi.” jawabku via SMS. tak seberapa lama, masuk lagi balasan dari tante Lela. “iya, tnte jg nch” begitu jawab tante Lela singkat. Dengan gesit ku mainkan jariku merangkai SMS balasan, dengan maksud menyusun strategi untuk bisa memadu hasrat tanpa diketahui Wina, anak perempuannya. “Wina dah bobo ya tante?” bgitu isi SMSku. “Iya!” jawab tante Lela dengan singkat.
“Tnte, kontolku dah bngun nch, tnte! udh ga thn mo ngntot memek
tnte!” bgitu rayuanku dalam SMS berusaha mengajak tante Lela untuk
kembali melakukan hubungan seks denganku. “Rey! kmu tljg dlu, ya! nnti
tnte ksana” bgitulah balasan tante. dengan girang ku balas SMS tante
Lela dengan dua kata “OK!” Dengan semangat menggebu, ku lepaskan sluruh
pakaianku dan ku baringkan tubuhku di atas tempat tidur di kamar Wina,
putri semata wayangnya. Dengan rasa tidak sabar, kembali ku berniat
untuk mengirim SMS ke tante Lela, tetapi tiba-tiba ku dengar pintu kamar
di buka dengan hati-hati, dan ku dengan suara pintu itu kembali di
tutup dengan hati-hati. Dalam senyapnya malam yang di hiasi suara
titik-titik air sisa hujan lebat, tak ku dengar adanya langkah yang
datang menuju kamar dimana aku terbaring menunggu saat-saat indah
menikmati vagina tante Lela yang lembek dan basah.
Tiba-tiba gagang pintu kamar mulai bergerak dan pintupun mulai
terbuka perlahan. Tetapi aku sangat terkejut, karena yang datang bukan
tante Lela, melainkan Wina, putrinya yang baru kelas 3 SMP. Wina
meletakkan jari telunjuknya di bibir sebagai isyarat agar aku tidak
bicara. Aku yang sudah terlanjur telanjang, tidak mampu berbuat apa-apa
kecuali menutupi batang penisku yang sudah keras dengan guling yang ada
di sampingku.
Setelah kembali menutup pintu kamar dengan hati-hati, Wina melangkah
ke arahku, dan duduk di sampingku lalu menarik guling yang menutup
kemaluanku. Ia kemudian menggenggam batang penisku dengan kencang,
sehingga hampir membuatku berteriak. Wina mendekatkan wajahnya ke
hadapanku dan dengan nada berbisik, Wina berkata:
“Jadi selama ini, Kaka dibayar bukan hanya untuk ngasih private aku
ya?”“Maaf, Win! Kaka… bukan begitu! kamu tidak mengerti…” “Kaka nggak
usah bohong! Wina sudah baca semua SMS Kaka di HP Mama…”
“Apa? jadi yang…..”
“Iya! yang balas SMS Kaka itu Wina, Ka!”
“Maafkan Kaka, Win! Kaka nggak ada maksud begitu…”
“Udah deh! Kaka nggak usah bohong… Kenapa Kaka melakukan ini dengan
Mamaku!?”
Mamaku!?”
“Win! bukan kemauan Kaka, Win! Kaka juga nggak tahu kenapa ini sampai
terjadi…!!” “Kak! Mulai hri ini, Wina nggak mau private lagi sama Kaka…
Wina kecewa sama Kaka!”
Mendengar kekecewaan Wina itu, ku peluk tubuh Wina dan ku ciumi
bibirnya, tetapi Wina tidak bereaksi melawan, apalagi berteriak. Ku
jatuhkan tubuhnya ke tempat tidur sambil terus ku ciumi bibirnya. Ku
tahan gerakan kedua tangannya dengan kedua tanganku, dan ku tindih
tubuhnya agar dia tidak lagi mampu bergerak.
Merasakan Wina yang tidak bereaksi melawan terhadap aksiku, dan
cenderung pasrah, aku menghentikan ciumanku dan ku tatap wajah Wina.
Tetapi yang terlihat dari wajahnya bukan kekecewaan. Wina justru
melemparkan senyumannya kepadaku. “Ada apa ini?” pikirku dalam hati…
“Perawani Wina, Ka! tapi jangan hamili Wina!” itulah kalimat yang
terucap dibalik senyumnya. Aku pun senang mendengar kalimat itu. Tanpa
pikir panjang, ku lepaskan seluruh pakaian yang menutup tubuhnya, mulai
dari babydol yang dikenakannya, hingga BH dan CDnya. Tampak dihadapanku
sesosok tubuh kecil yang lumayan langsung dengan buah dada kecil yang
montok. Selangkangan Wina yang cembung dengan rambut ikal tipis yang
tumbuh dipermukaannya, merupakan sebuah pemadangan baru yang sangat
indah bagiku.
Aku tidak mau melewatkan kesempatan untuk merasakan bagaimana
nikmatnya vagina seorang perawan berusia 15 tahun. Tanpa menunggu lebih
lama, langsung ku angkat kedua kakinya, sehingga selangkangannya terbuka
lebar. Terlihat jelas belahan vagina Wina yang hanya seperti lipatan
kulit berbentuk garis lurus. Tidak terlihat disana ada lobang untuk
masuknya penisku yang sudah siap tempur.
Tanpa pikir panjang, langsung ku arahkan kepala penisku ke belahan
yang masih sangat rapat itu. Dengan kedua tangannya, Wina memegang
kakinya yang terbuka lebar ke atas. Dengan bantuannya itu, aku bisa
menggunakan jariku untuk membuka belahan vagina Wina. Bisa ku lihat di
dalamnya daging yang agak basah berwarna merah muda, dan langsung ku
tancapkan kepala penisku di sela belahan yang terbuka itu. Dengan
sedikit memaksa, kepala penisku berhasil menerobos lobang vaginanya yang
terasa sangat sempit.
Aku terus menekan agar penisku bisa masuk sempurna ke dalam vagina
Wina, namun usaha itu harus ku lakukan dengan perlahan. Aku harus tarik
ulur agar cairan vaginanya membasahi seluruh batang penisku. Tanpa cara
itu, Penisku tidak bisa dipaksa masuk.
Sedikit demi sedikit, batang penisku semakin dalam masuk ke lobang
vagina Wina yang sangat sempit, sampai akhirnya setengah batang penisku
telah berhasil masuk. Dalam posisi penis yang setengah menancap di
selangkangannya, ku jatuhkan tubuhku di dadanya. Ku raih bibirnya dan
mencoba menciuminya, ku remas payudara montok yang masih ranum itu,
sesekali ku jilati pipi, kuping, leher dan terkadang turun ke
payudaranya.
Wina terpejam dan sesekali berdesis, sepertinya ia menikmati sentuhan yang lidahku di leher dan payudaranya.
Wina terpejam dan sesekali berdesis, sepertinya ia menikmati sentuhan yang lidahku di leher dan payudaranya.
Bahkan mungkin ia melupakan bahwa penisku baru setengah masuk ke
lobang vaginanya. Melihat keadaan itu, ku tumpukan tubuhku di atas siku
yang berada di kedua sisi tubuhnya dan ku pegang erat bahunya. Dengan
terus menjilati payudaranya dan sesekali mengecup puting susunya,
kembali ku genjot lobang vaginanya yang sangat rapat dan kesat. Terus ku
coba dan ku coba, meski kedua bahunya telah ku pegang erat, tetapi
tetap saja genjotan yang ku lakukan untuk menerobos lobang vaginanya
hanya bisa masuk dengan perlahan.
Akhirnya ku putuskan untuk fokus pada usaha untuk memasukkan penis ke
lobang vaginanya. Aku turun dari tempat tidur, dan menarik tubuh Wina
ke sisi tempat tidur itu. Dengan posisi berdiri di sisi tempat tidur,
kembali ku arahkan penisku yang sedikit ku basahi dengan air liurku ke
lobang vaginanya. Penisku kembali hanya bisa masuk setengah ke dalam
lobang vagina Wina, namun dengan posisi berdiri, aku bisa menahan kedua
pahanya agar tubuhnya tidak bergerak mengikuti tiap genjotanku. Usahaku
akhirnya tidak sia-sia, karena dengan posisi itu, aku bisa lebih cepat
menerobos lobang vagina Wina dengan sempurna.
Dalam posisi tenggelam sempurna, aku mjatuhkan tubuhku ke dada Wina
dan berguling agar posisi Wina di atas. Ku peluk tubuh Wina dan ku coba
menarik keluar penisku dari lobang sempit yang basah itu, lalu
mendorongnya masuk kembali. Beberapa kali ku lakukan itu, aku mebali
berguling, sehingga posisiku mebali di atas. Saat itulah permainan
sesungguhnya di mulai. Vagina Wina sepertinya telah mampu beradaptasi
dengan benda tumpul yang menerobos lobang vaginanya.
Rapatnya lobang vagina Wina memberikan kenikmatan yang luar biasa
yang tidak pernah ku rasakan saat bercinta dengan tante Lela. dinding
vagina Wina seakan mencengkram erat batang penisku, persis seperti saat
pertama Wina mencengkar penisku dengan tangannya.
Kenikmatan itu pulalah yang mungkin membuatku tidak bertahan lebih
lama untuk menahan muncratnya sperma. Karena pertimbangan tidak untuk
menghamili, tetapi hanya memerawai, maka penisku ku cabut dan spermaku
pun hanya membuahi bulu-bulu lembut yang tumbuh di atas permukaan vagina
Wina.
0 komentar:
Posting Komentar