Suatu hari aku mendapat perintah dari boss untuk mendatangi rumah Ibu
Yuli, menurutnya antena parabola Ibu Yuli rusak tidak keluar gambar
gara-gara ada hujan besar tadi malam. Dengan mengendarai sepeda motor
Yamaha, segera aku meluncur ke alamat tersebut. Sampai di rumah Ibu
Yuli, aku disambut oleh anaknya yang masih SMA kelas 2, namanya Helen.
Karena aku sudah beberapa kali ke rumahnya maka tentu saja Helen
segera menyuruhku masuk. Saat itu suasana di rumah Ibu Yuli sepi sekali,
hanya ada Helen yang masih mengenakan seragam sekolah, kelihatannya dia
juga baru pulang dari sekolah. “Jam berapa sich Ibumu pulang, Hel..?”
“Biasanya sih yah, sore antara jam 5-an,” jawabnya. “Iya, tadi Oom
disuruh ke sini buat betulin parabola. Apa masih nggak keluar gambar..?”
“Betul, Oom… sampai-sampai Nita nggak bisa nonton Diantara Dua Pilihan,
rugi deh..” “Coba yah Oom betulin dulu parabolanya…”
Lalu segera aku naik ke atas genteng dan singkat kata hanya butuh 20
menit saja untuk membetulkan posisi parabola yang tergeser karena
tertiup angin. Nah, awal pengalaman ini berawal ketika aku akan turun
dari genteng, kemudian minta tolong pada Anita untuk memegangi
tangganya. Saat itu Helen sudah mengganti baju seragam sekolahnya dengan
kaos longgar ala Bali. Kedua tangan Helen terangkat ke atas memegangi
tangga, akibatnya kedua lengan kaosnya melorot ke bawah, dan ujung
krahnya yang kedodoran menganga lebar. Pembaca pasti ingin ikut melihat
karena dari atas pemandangannya sangat transparan. Ketiak Helen yang
ditumbuhi bulu-bulu tipis sangat sensual sekali, lalu dari ujung krahnya
terlihat gumpalan payudaranya yang kencang dan putih mulus. Batang
kemaluanku seketika berdenyut-denyut dan mulai mengeras. Sebuah
pemandangan yang merangsang.
Anita tidak memakai BH, mungkin gerah,
payudaranya berukuran sedang tapi jelas kelihatan kencang, namanya juga
payudara remaja yang belum terkena polusi. Dengan menahan nafsu, aku
pelan-pelan menuruni tangga sambil sesekali mataku melirik ke bawah.
Anita tampak tidak menyadari kalau aku sedang menikmati keindahan
payudaranya. Tapi yah.. sebaiknya begitu. Gimana jadinya kalau dia tahu
lalu tiba-tiba tangganya dilepas, dijamin minimal pasti patah tulang.
Yang pasti setelah selamat sampai ke bumi, pikiranku jadi kurang
konsentrasi pada tugas. Aku baru menyadari kalau sekarang di rumah ini
hanya ada kami berdua, aku dan seorang gadis remaja yang cantik. Helen
memang cantik, dan tampak sudah dewasa dengan mengenakan baju santai
ketimbang seragam sekolah yang kaku. Seperti biasanya, mataku menaksir
wanita habis wajah lalu turun ke betis lalu naik lagi ke dada.
Kelihatannya pantas diberi nilai 99,9. Sengaja kurang 0,1 karena
perangkat dalamnya kan belum ketahuan.
“Oom kok memandang saya begitu
sih.. saya jadi malu dong..” katanya setengah manja sambil mengibaskan
majalah ke mataku.
“Wahh… sorry deh Len… habis selama ini Oom baru
menyadari kecantikanmu,” sahutku sekenanya, sambil tanganku menepuk
pipinya. Wajah Anita langsung memerah, barangkali tersinggung, emang
dulu- dulunya nggak cakep. “Idihh… Oom kok jadi genit deh..” Duilah
senyumnya bikin hati gemas, terlebih merasa dapat angin harapan. Setelah
itu aku mencoba menyalakan TV dan langsung muncul RCTI Oke. Beres deh,
tinggal merapikan kabel-kabel yang berantakan di belakang TV. “Coba Hel.. bantuin Oom pegangin kabel merah ini…
” Dan karena posisi TV agak rendah maka Helen terpaksa jongkok di
depanku sambil memegang kabel RCA warna merah. Kaos terusan Helen yang
pendek tidak cukup untuk menutup seluruh kakinya, akibatnya sudah bisa
diduga. Pahanya yang mulus dan putih bersih berkilauan di depanku,
bahkan sempat terlihat warna celana dalam Helen. Seketika jantungku
seperti berhenti berdetak lalu berdetak dengan cepatnya. Dan bertambah
cepat lagi kala tangan Helen diam saja saat kupegang untuk mengambil
kabel merah RCA kembali. Punggung tangannya kubelai, diam saja sambil
menundukkan wajah. Aku pun segera memperbaiki posisi. Kala tangannnya
kuremas Helen telah mengeluarkan keringat dingin. Lalu pelan-pelan
kudongakkan wajahnya serta kubelai sayang rambutnya. “Helen, kamu cantik
sekali.. Boleh Oom menciummu?” kataku kubuat sesendu mungkin.
Helen hanya diam tapi perlahan matanya terpejam. Bagiku itu adalah
jawaban. Perlahan kukecup keningnya lalu kedua pipinya. Dan setengah
ragu aku menempelkan bibirku ke bibirnya yang membisu. Tanpa kuduga dia
membuka sedikit bibirnya. Itu pun juga sebuah jawaban. Selanjutnya
terserah anda. Segera kulumat bibirnya yang empuk dan terasa lembut
sekali. Lidahku mulai menggeliat ikut meramaikan suasana. Tak kuduga
pula Helen menyambut dengan hangat kehadiran lidahku, Helen
mempertemukan lidahnya dengan milikku. Kujilati seluruh rongga mulutnya
sepuas-puasnya, lidahnya kusedot, Helen pun mengikuti caraku. Pelan-pelan tubuh Helen
kurebahkan ke lantai. Mata Helen menatapku sayu. Kubalas dengan kecupan
lembut di keningnya lagi. Lalu kembali kulumat bibirnya yang sedikit
terbuka. Tanganku yang sejak tadi membelai rambutnya, rasanya kurang
pas, kini saat yang tepat untuk mulai mencari titik-titik rawan.
Kusingkap perlahan ujung kaosnya mirip ular mengincar mangsa.
Karena Helen memakai kaos terusan, pahanya yang mulus mulai terbuka sedikit
demi sedikit. Sengaja aku bergaya softly, karena sadar yang kuhadapi
adalah gadis baru berusia sekitar 14 tahun. Harus penuh kasih sayang dan
kelembutan, sabar menunggu hingga sang mangsa mabuk. Dan kelihatannya
Anita bisa memahami sikapku, kala aku kesulitan menyingkap kaosnya yang
tertindih pantat, Helen sedikit mengangkat pinggulnya. Wah, sungguh seorang wanita yang penuh pengertian.
“Ahhh.. Ahhh..” hanya
suara erangan yang muncul dari bibirnya kegelian ketika mulutku mulai
mencium batang lehernya. Sementara tanganku sedikit menyentuh ujung
celana dalamnya lalu bergeser sedikit lagi ke tengah. Terasa sudah
lembab celana dalam Helen. Tanganku menemukan gundukan lunak yang erotis
dengan belahan tepat ditengah-tengahnya. Aku tak kuasa menahan gejolak
hati lagi, kuremas gemas gundukan itu. Helen memejamkan matanya
rapat-rapat dan menggigit sendiri bibir bawahnya. Hawa yang panas
menambah panas tubuhku yang sudah panas. Segera kulucuti bajuku, juga
celana panjangku hingga tinggal tersisa celana dalam saja.
Tanpa ragu lagi kupelorotkan celana dalam Helen. Duilah.. Baru kali
ini aku melihat bukit kemaluan seindah milik Helen. Luar biasa.. padahal
belum ada sehelai bulu pun yang tumbuh. Bukitnya yang besar putih
sekali. Dan ketika kutekuk lutut Helen lalu kubuka kakinya, tampak bibir
kemaluannya masih bersih dan sedikit kecoklatan warnanya. Helen tidak
tahu lagi akan keadaan dirinya, belaianku berhasil memabukkannya. Ia
hanya bisa medesah-desah kegelian sambil meremasi kaosnya yang sudah
tersingkap setinggi perut. Begitulah wanita. Gam-gam-sus (gampang
gampang susah) apa sus-sus-gam (susah susah gampang). Tidak sabar lagi
aku membiarkan sebuah keindahan terbuka sia-sia begitu saja. Aku segera
mengarahkan wajahku di sela-sela paha Helen dan
menenggelamkannya di pangkal pertemuan kedua kakinya. Mulutku kubuka
lebar-lebar untuk bisa melahap seluruh bukit kemaluan Helen. Bau
semerbak tidak kuhiraukan, kuanggap semua kemaluan wanita yah begini
baunya. Lidahku menjuluri seluruh permukaan bibir kemaluannya. Setiap
lendir kujilati lalu kutelan habis dan kujilati terus. Kujilati
sepuas-puasnya seisi selangkangan Anita sampai bersih. Lidahku bergerak
lincah dan keras di tengah-tengah bibir kemaluannya.
Dan ketika lidahku mengayun dari bawah ke atas hingga tepat jatuh di
klitorisnya, Kujepit klitorisnya dengan gemas dan lidahku menjilatinya
tanpa kompromi. Helen tak sanggup lagi untuk berdiam diri. Badannnya
memberontak ke atas- bawah dan bergeser-geser ke kiri-kanan. Segala
ujung syarafnya telah terkontaminasi oleh kenikmatan yang amat sangat
dashyat. Sebuah kenikmatan yang bersumber dari lidahku mengorek
klitorisnya tapi menyebar ke seantero tubuhnya. Helen sudah tidak
mengenal lagi siapa dirinya, boro-boro mikir, untuk bernafas saja tidak
bisa dikontrol. Aku jadi semakin ganas dan melupakan softly itu siapa.
Batang kejantananku sudah amat sangat besar bergemuruh seluruh isinya.
Demi melihat Anita tersenggal-senggal, segera kutanggalkan modal
terakhirku, celana dalam. Tanpa ba. bi. bu. be. bo segera kuarahkan
ujung kemaluanku ke pangkal selangkangan Helen . Sekilas aku melihat Helen mendelik kuatir melihat perubahan perangaiku.
Batang kemaluanku memang kelewatan besarnya belum lagi panjangnya
yang hampir menyentuh pusar bila berdiri tegak. Helen kelihatannya ngeri
dan mulai sadar ingatannya, kakinya agak tegang dan berusaha merapatkan
kedua kakinya. “Ampun Oom.. jangan Ooommm.. ampun Oommm.jangannn…”
Tangan Helen mencoba menghalau kedatangan senjataku yang siap mengarah
ke pangkal pahanya. Merasa mendapat perlawanan, sejenak aku jadi agak
bingung, tapi untunglah aku memiliki pengalaman yang cukup untuk
menghadapinya. Segera aku meminta maaf sambil tanganku kembali membelai
rambutnya yang terurai agak acak-acakan.
“Helen takut Oom. Nanti kalau
Mama tahu pasti Nita dimarahin. Dan lagi Helen nggak pernah kayak ginian.
Nita juga jadi malu..
” Katanya setengah mau menangis dan membetulkan kaosnya untuk
menutupi tubuhnya.
“Jangan kuatir Helen. Oom tidak bermaksud jahat
terhadap kamu. Oom sayang sekali sama Helen. Dan lagi Helen jangan takut
sama Oom. Semua orang cepat atau lambat pasti akan merasakan kenikmatan
hubungan ‘beginian’. Jangan takut ‘beginian’ karena ‘beginian’ itu enak
sekali.”
“Iya, tapi Helen nggak tahu harus bagaimana dan kenapa tahu-tahu Helen jadi begini..?” Air mata Helen mulai mengalir dari pojok matanya.
Melihat itu aku segera memeluknya agar bisa menenangkannya. Agak lama
aku memberi ceramah dan teori edan secara panjang lebar, sampai akhirnya Helen bisa memahami seluruhnya. Dan sesekali senyumnya mulai muncul
lagi.
“Coba sekarang Helen belajar pegang ‘anunya’ Oom, bagus khan,” aku
meraih tangannya lalu membimbingnya ke batang kejantananku.
Tangannya kaku sekali tapi setelah perlahan-lahan kuelus- eluskan
pada batang kejantananku, otot tangannya mulai mengendor. Lalu tangannya
mulai menggenggam batang kejantananku. Pelan-pelan tangannya kutuntun
maju-mundur. Kelembutan tangannya membuat batang kejantananku mulai
bergerak membesar, sampai akhirnya tangan Helen tidak cukup lagi
menggenggamnya. Dan Helen kelihatan menikmatinya, tanpa kuajari lagi
tangannya bergerak sendiri. “Ahhh.. enak sekali Nit.. aaahhh.. kamu
memang anak yang pintar.. ahhhh..” mulutku tak sanggup menahan
kenikmatan yang mulai menjalari seluruh syarafku. Sementara itu tangan
kiriku mulai meremas payudaranya yang masih tertutup kaos Bali yang
tipis. Belum pernah aku meremas payudara sekeras milik Helen. Tangan
kananku yang satu meraih kepalanya lalu dengan cepat kulumat bibirnya.
Lidahku menjulur keluar menelusuri setiap sela rongga mulutnya. Hingga
akhirnya lidah Helen pun mengikuti yang kulakukan.
Dari matanya yang terpejam aku bisa merasakan kenikmatan tengah
membakar tubuhnya. Segera aku meminta Helen untuk melepas kaosnya agar
lebih leluasa. Dan tanpa ragu-ragu Helen segera berdiri lalu menarik
kaosnya ke atas hingga melampaui kepalanya. Batang kejantananku semakin
berdenyut-denyut menyaksikan tubuh mungil Helen tanpa mengenakan
selembar benang. Tubuhnya yang sintal dan putih bersih membakar
semangatku. Betul-betul sempurna. Kedua payudaranya menggelembung indah
dengan puting yang mengarah ke atas mengingatkanku pada payudara Holly
Hart (itu lho salah satu koleksi Playboy).
“Helen, tubuhmu luar biasa
sekali.. Hebat!” Pujianku membuat wajahnya memerah barangkali menahan
malu.
“Oomm, boleh nggak Anita mencium ‘itu’nya Oom?” Helen tersipu-sipu
menunjuk ke selangkanganku. Rasanya tidak etis kalau aku menolaknya.
Lalu sambil duduk di sofa aku menelentangkan kedua kakiku. “Tentu saja
boleh kalau Helen menyukainya..
” Kubikin semanis mungkin senyumku.Helen pun mengambil posisi dengan
berjongkok lalu kepalanya mendekati selangkanganku. Mulanya hanya
mencium dan mengecup seputar kepala batang kejantananku. Pelan-pelan
lidahnya mulai ikut berperan aktif menjilat-jilatinya. Helen kelihatan
keenakan mendapat mainan baru. Dengan rakus lidahnya menyusuri
sekeliling batang kejantananku. Sensasi yang luar biasa membuatku gemas
meremasi kedua payudaranya.
“Aaduuhhh… enak sekali Len.. Teruss.. Lenn,
coba ke sebelah sini,” kataku sambil menunjuk ke buah pelirku. Helen
segera paham lalu mejulurkan lidahnya ke pelirku. Helen menggerakkan
lidahnya ke kanan-kiri atas-bawah.
“Oomm, ke kamar Helen aja yuk biar
nggak gerah..” Sahutnya mengajak ke kamarnya yang ber-AC.
“Terserah Helen aja dehh..” balasku.
Begitu Helen merebahkan tubuhnya
ke spring bed, aku tidak mau menunggu terlalu lama untuk merasakan tubuh
indahnya. Segera kutindih dan kucumbui. Sekujur tubuhnya tak ada yang
kusia- siakan. Terutama di payudaranya yang aduhai. Tanganku seakan tak
pernah lepas dari liang kewanitaannya. Setiap tanganku menggosok
klitorisnya, tubuh Helen menggerinjal entah mengapa. Sementara itu
batang kejantananku seperti akan meledak menahan tekanan yang demikian
besarnya. Akhirnya kutuntun batang kejantananku ke arah liang kewanitaan Helen. Liang kewanitaan Helen yang telah kebanjiran sangat berguna
sekali, bibir kemaluannya yang kencang memudahkan batang kejantananku
menyelinap ke dalam. Sedikit-sedikit kudorong maju. Dan setiap dorongan
membuat Helen meremas kain sprei. Kalau Helen merasa seperti kesakitan
aku mundur sedikit, lalu maju lagi, mundur sedikit, maju lagi, mundur,
maju, mundur, maju, “blesss…”
Tak kusangka liang kewanitaan Helen mampu menerima batang
kejantananku yang keterlaluan besarnya. Begitu amblas seluruh batang
kejantananku, Helen menjerit kesakitan. Aku kurang menghiraukan
jeritannya. Kenikmatan yang tak ada duanya telah merasuki tubuhku. Tapi
aku tetap menjaga irama permainanku maju-mundur dengan perlahan.
Menikmati setiap gesekan demi gesekan. Liang senggama Helen sempit
sekali hingga setiap berdenyut membuatku melayang. Denyutan demi
denyutan membuatku semakin tak mampu lagi menahan luapan gelora
persetubuhan. Terasa beberapa kali Helen mengejankan liang kewanitaannya
yang bagiku malah memabukkan karena liang kewanitaannya jadi semakin
keras menjepit batang kejantananku. Erangan, rintihan, dan jeritan Helen
terus menggema memenuhi ruangan. Rupanya Anita pun menikmati setiap
gerakan batang kejantananku. Rintihannya mengeras setiap batang
kejantananku melaju cepat ke dasar liang senggamanya.
Dan mengerang lirih ketika kutarik batang kejantananku. Hingga
akhirnya aku sudah tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Ketika batang
kejantananku melaju dengan kecepatan tinggi, meledaklah muatan di
dalamnya. batang kejantananku menghujam keras, dan kandas di dasar
jurang. Anita pun melengking panjang sambil mendekap kencang tubuhku,
lalu tubuhnya bergetar hebat. Sebuah kenikmatan tanpa cela, sempurna
Keesokkan harinya aku mendapat telepon dari Ibu Yuli. Perasaanku
mendadak tegang dan kacau, kuatir beliau mengetahui skandalku dengan
anaknya. Mulanya aku tidak berani menerimanya, tapi daripada Ibu Yuli
nanti ngomongin semua perbuatanku pada teman sekerjaku, terpaksa
kuterima teleponnya dengan nada gemetar.
“Hallooo.. apa kabar Bu Yuli.”
“Oh baik, terima kasih lho, parabola Ibu sekarang sudah bagus, dan
sekalian Ibu mau nanyakan ongkos servisnya berapa.. ”
“Ah. nggak usah
deh, Bu.. Cuman rusak sedikit kok, hanya karena kena angin jadi arahnya
berubah.”
“Jangan begitu, nanti Ibu nggak mau nyervis ke tempatmu lagi lho.”
“Wah.. tapi saya cuman sebentar saja kerjanya.”
“Iya, bagaimanapun khan
kamu sudah keluar keringat, jadi ibu mesti bayar. Nanti siang yach, kamu
ke rumah ibu. Ibu tunggu lho.”
“Iya dech kalau Ibu maunya begitu, tapi
sebelumnya terima kasih, Bu.” Begitulah akhirnya aku nongol lagi di
rumah Ibu Yuli. Lagi-lagi Helen yang menerimaku.
“Wah, terlambat Oom. Ibu
dari tadi nungguin Oom datang. Barusan saja Ibu pergi arisan ke
kantornya. Tapi masuk saja Oom, soalnya ada titipan dari ibu.” Sampai di
dalam, kelihatannya Helen tengah belajar bersama dengan teman- temannya.
Ada 3 orang cewek sebayanya lagi asyik membahas soal Fisika. Dan
kedatanganku sedikit memecah konsentrasi mereka. Kuamati sekilas teman Helen kok cakep-cakep yach. Aku membalas sapaan mereka yang ramah.
“Kenalin ini Oom gue yang baru datang dari Jawa Tengah.” Kaget juga aku
dikerjain Helen. Satu persatu kusalami mereka, Lusi, Ita, dan Indra.
Senyum mereka ceria sekali. Di usia mereka memang belum mengenal
kepahitan hidup. Semuanya serba mudah, mau ini tinggal bilang ke mama,
mau itu tinggal bilang ke papa. Dasar anak keju. Ketiganya memang jelas
kelihatan anak orang kaya. Penampilan, gaya, dan kulit mulus mereka yang
membedakan dari orang miskin.
Lusi punya lesung pipit seperti aktris Italy. Ita wajahnya
mengingatkanku pada seorang aktris sinetron yang lemah lembut, tapi yang
ini agak genit. Indra yang berbadan paling besar mirip seorang aktris
Mandarin. Persis aktris-aktris lagi makan rujak bareng. Habis aku paling
bingung kalau mendeskripsikan wanita cantik, rasanya nggak cukup
selembar folio.
Aku menurut saja ketika tanganku di seret ke dalam oleh Helen sambil berpamitan pada temannya mau mengantar Oomnya ke kamar. Dan
setelah mengunci pintu kamar, kekagetanku tambah satu lagi. Tubuhku
langsung direbahkan ke kasur, lalu menindihku sambil mulutnya
menciumiku.
“Oom, Helen mau lagi.” rengeknya manja. Ya, ampun sungguh
mati aku nggak bisa menolaknya. Aku pun segera membalas ciumannya.
Nafsu birahiku menanjak tajam. Anita yang masih mengenakan seragam SMA-nya terguling ke samping hingga giliranku yang di atas. Kancing
bajunya satu demi satu kulepas. Buah dadanya yang terbungkus BH kuremas
dengan gemas. Dari leher hingga perutnya kutelusuri agak brutal. Dan Helen yang meronta-ronta tak kuberi ampun sedikitpun. Kakinya mengangkang
lebar kala tanganku mulai merambat ke atas pahanya dan berhenti tepat
di tengah selangkangan.
Gundukan kemaluan yang empuk membuat tanganku gemetar kala
meremasnya. Dan jari tengahku mencongkel sebuah liang yang menganga di
tengahnya. Celana dalam Helen mulai lembab kelihatannya tak tahan
menghadapi serangan yang bertubi-tubi. Akupun sangat merindukan Helen,
hingga rasanya tak sabar lagi untuk segera menancapkan batang
kemaluanku. Segera kupeloroti celana dalamnya setelah roknya kusingkap
ke atas. Kerinduan akan baunya yang khas membuat kepalaku tertarik ke
arah kemaluan Helen, lalu kubenamkan di sela pahanya. Mulutku memperoleh
kenikmatan yang tiada tara kala mengunyah dan memainkan bibirku pada
bibir kemaluannya. Helen pun semakin menggila gerakannya apalagi bila
lidahku mengorek-ngorek isi kemaluannya. Nikmat sekali rasanya.
Klitorisnya yang menyembul kecil jadi sasaran bila Helen menghentak
badannya ke atas.
Sepertinya Helen sudah ‘out of control’ karena tangannya dengan kacau
meremas segala yang dapat diraih. Demikian juga halnya denganku, entah
berapa cc cairan memabukkan yang telah kureguk. Batang kemaluanku yang
sudah ‘maximal’ kuarahkan ke liang senggama Helen. Sekilas kulihat Helen
menggigit bibirnya sendiri menanti kedatangan punyaku. Akupun tak ingin
menyia- nyiakan kesempatan yang sangat langka ini. Benar-benar kunikmati
tiap tahapan batangku melesak ke dalam liang kemaluannya. Sedikit demi
sedikit batang kemaluanku kutekan ke bawah. Indah sekali menyaksikan
perubahan wajah Helen kala makin dalam kemaluanku menelusuri liang
kemaluannnya. Akhirnya, “Blesss..” Habis sudah seluruh batang kemaluanku
terbenam ke liang kenikmatannya. Selanjutnya dengan lancar kutarik dan
kubenamkan lagi. Makin lama makin asyik saja.
Memang luar biasa kemaluan Helen ,begitu lembut dan mencengkeram. Ingin rasanya berlama-lama dalam
liang kemaluannya. Semakin lama semakin dahsyat aku menghujamkan
batangku sampai Helen menjerit tak kuasa menahan kenikmatan yang
menjajahnya. Hingga akhirnya Helen berkelojotan sambil meremas ganas
rambutku.
Wajahnya tersapu warna merah seakan segenap pembuluh darahnya
menegang kencang, hingga mulutnya meneriakkan jeritan yang panjang.
Kiranya Helen tengah mengalami puncak orgasme yang merasuki segenap ujung
syarafnya. Menyaksikan pemandangan seperti ini membuatku makin cepat
mengayunkan batang kemaluanku. Dan rasanya aku tak bisa menahan lebih
lama lagi, lebih lama lagi.., lebih lama lagi.
Secepatnya kucabut batang kemaluanku dan segera kuarahkan ke mulut Helen. Helen agak gugup menerima batang kemaluanku. Tapi nalurinya bekerja
dengan baik, mulutnya segera menganga dan langsung mengulum batang
kemaluanku. Dan kala aku meledakkan lahar, lidahnya menjilati sekujur
batang kemaluanku. Tubuhku rasanya langsung luruh, tenagaku terkuras
habis-habisan. Beberapa kali batang kemaluanku mengejut dan mengeluarkan
lahar. Oh, my God.. Keasyikanku berdua dengan Helen membuat kami tidak
merasakan jam yang terus berjalan. Tidak terasa hampir 3 jam kami
meninggalkan teman-teman Helen di luar. Sekilas terdengar suara
kasak-kusuk, seperti ada orang lagi mengintip perbuatan kami. Tapi
saking asyiknya menikmati tubuh Helen, aku jadi tak mempedulikannya.