Aku punya teman perempuan dari Malaysia Ia bernama Linda, Usianya sudah
44 tahun dengan dua anak Profesinya cikgu (guru) di sebuah sekolah di
Bangi Tinggi 155 cm dengan berat 46 kg, berkulit kuning langsat dengan
wajah khas Malaysia Karena profesinya maka sehari-hari ia selalu
mengenakan pakaian tertutup.
Perkenalanku dengannya bermula ketika ia mengirim e-mail kepadaku,
mengomentari isi cerita yang kutulis di sebuah site cerita dewasa (cersex)
Kemudian kami saling berbalas e-mail, mengirim foto dan bercerita
tentang pengalaman kami masing-masing bahkan sampai kepada hal-hal yang
pribadi. Sekalipun aku belum pernah mendengar suaranya, apalagi bertatap
muka. Apa yang kutahu semata-mata berdasar informasi di mail-nya. Dalam
e-mail yang kukirimkan, ia minta dipanggil dengan sebutan kakak, karena
usianya memang lebih tua dariku.
2 bulan lebih kami saling bertukar pengalaman dan berbagi cerita.
Dari ceritanya ia sebenarnya terkekang, namun karena status dan keadaan
maka ia harus tetap mengendalikan diri. Ia sebenarnya mempunyai libido
yang cukup besar, tapi tidak bisa tersalurkan karena suaminya, guru di
tempat yang sama, seorang yang konservatif dalam hal hubungan seksual.
Dalam usia perkawinannya yang sekian lama, ia hanya beberapa kali saja
menikmati orgasme. Kadang ia harus membayangkan seseorang yang dikenal,
atau seorang aktor agar dapat mencapai orgasme. Namun demikianpun,
suaminya selalu melakukan hubungan sex dengan cepat dan setelah
ejakulasi, maka ia langsung masuk kamar mandi, membersihkan diri dan
langsung tidur. Akibatnya Linda sering dalam keadaan menggantung,
gairahnya sudah mulai menaik, namun tidak sampai di puncak.
Suaminya tidak pernah mau melakukan variasi dan teknik yang baru
dalam bercinta. Ia menganggap bahwa hubungan seks adalah kewajiban istri
untuk melayani dan memuaskan suaminya. Sementara Linda sendiri
sebenarnya ingin mencoba melakukan senam ranjang dengan posisi dan
variasi yang berbeda. Pernah sekali waktu dengan memberanikan diri Linda
mencoba berbicara mengenai masalah ini, namun suaminya justru marah
besar dan menganggap bahwa tidak sepantasnya membicarakan apalagi
melakukan hal-hal yang demikian. Haram hukumnya, katanya. Setelah itu
Linda sama sekali tidak berani lagi membicarakan tentang hubungan sex di
antara mereka. Linda hanya bisa pasrah dan menerima kondisi ini.
Sekilas pernah terlintas di pikirannya untuk berselingkuh, namun
ternyata ia tidak mampu untuk melakukannya.
Suatu hari aku harus berangkat ke KL untuk urusan kantor. Ini adalah
kepergianku yang pertama kalinya ke KL. Aku sengaja tidak memberitahukan
Linda, hanya beberapa hari sebelum berangkat aku meminta nomor HP-nya
dan iapun memberikannya namun dengan sederet tanda tanya di mail-nya.
Sampai di KL, maka oleh perusahaan rekanan kantorku aku ditempatkan di sebuah hotel
di dekat Menara Kembar Petronas. Karena tiba di KL sudah agak sore,
maka akupun diminta untuk beristirahat dulu, besok pagi baru akan
dijemput untuk mulai membicarakan urusan kantor. Sebenarnya jam kantor
di KL belum lagi tutup, namun contact person perusahaan rekanan kantor
sedang ada meeting dan sekaligus menyiapkan bahan untuk besok.
Dari jendela kamar kupandangi megahnya Menara Kembar Petronas.
Sekilas ingatanku melayang kepada si sexy Catherine Zeta Jones yang
bergelantungan di sana dalam film The Entrapment. Karena baru pertama
kali ke KL, aku ingin berjalan-jalan dulu di sekitar hotel. Setelah
mandi aku segera ke bawah dan ketika baru mau keluar pintu hotel,
ternyata gerimis mulai turun. Kuputuskan untuk kembali ke kamar saja.
Sampai di kamar aku berpikir apa yang bisa kukerjakan sore ini.
Akhirnya aku ambil HP dan kukirim SMS ke Linda, sekedar memberitahu saat
ini aku ada di KL di kamar sebuah hotel. Tak lama kemudian ada SMS
balasan. Kubaca,”Saya sangat surprised, Anto tak beri tahu kakak kalau
nak ke KL”.
Aku berganti pakaian dengan celana pendek dan kaus tipis, kemudian
berbaring di ranjang sambil membaca bahan pertemuan besok. Setengah jam
kemudian ada suara ketukan di pintu. Kupikir room boy yang antarkan
snack untuk sore ini.
Kubuka pintu, ada seorang wanita dengan baju longgar berdiri di depan
pintu kamar dan menengok ke sekitarnya. Begitu pintu kubuka dan belum
kupersilahkan untuk masuk ia dengan tergesa-gesa masuk ke dalam kamar
dan mendorong pintu agar tertutup. Seolah-olah takut terlihat oleh
seseorang. Aku sedikit heran, tapi kupikir karena ia seorang wanita tak
akan terjadi sesuatu.
Setelah pintu tertutup, wanita tadi menatapku tajam dan berkata dengan bergetar,”Maaf, saya mengganggu. Ini Anto ke?”
“Ya, saya Anto. Ini siapa ya?” balasku.
“Oh… Kalau demikian saya yang ganti bagi surprise. Saya Linda, Kak Linda”.
Betul saja, kini giliranku yang terkejut bercampur dengan berbagai
perasaan. Kuperhatikan lagi mukanya dengan teliti, tidak begitu mirip
dengan foto yang dikirimkannya padaku
“Mengapa diam saja, ini akak memang lah Linda. Kak Linda tadi terima
mesej Anto. Kakak sedang ada mesyuarat di KL sini dan menginap di
dormitory. Karena Anto sudah buat surprise, maka kakak juga nak bagi
surprise pula ke Anto. Sesudah program hari ini kakak terus datang ke
sini”.
Aku masih tercengang sesaat lagi. Setelah dapat menguasai diri, maka kuulurkan tangan dan iapun menyambutnya.
“Rasanya tak percaya saya bisa bertemu kakak di sini,” kataku. Ia
menjabat tanganku dan hanya tersenyum saja tanpa mengeluarkan kata-kata.
“Maaf, tadi belum dipersila akak sudah masuk. Ini KL tentulah beza
dengan Jakarta. Rasanya tak elok kalau ada orang tahu akak masuk ke
kamar hotel,” katanya setelah kami berdiam sejenak.
Kupersilakan ia duduk di kursi kamar, sementara aku duduk di tepi
ranjang. Aku baru sadar kalau aku hanya memakai celana pendek longgar
dan kaus tipis.
“Sorry, saya hanya pakai celana pendek dan kaus. Tak kira kalau kakak nak ke sini”.
“Ah, tak apa, tak ada lagi orang lain”.
Ia menatapku dengan pandangan aneh. Seperti ada gairah, namun ada
juga perasaan ragu dan jengah. Aku membalas tatapannya sekaligus lebih
memperhatikan wajahnya. Ternyata lebih cantik dari fotonya. Wajahnya
oval dengan kulit kuning bersih. Aku tidak bisa melihat bentuk badannya
karena ia memakai baju yang longgar. Akhirnya ia membuang muka dan
kulihat wajahnya bersemu merah.
Aku juga masih ragu, apakah yang harus kulakukan. Kalau ini di
Jakarta tentu saja lain ceritanya. Ini KL pakcik! Aku tak mau kalau aku
harus dihukum di Malaysia karena meniduri istri orang.
Hubungan antar
negara bisa berabe. Harus kuyakini dulu kalau situasi benar-benar aman
terkendali.
“Anto, apakah cerita yang kau tulis itu benar-benar merupakan
pengalaman pribadi. Atau hanya fiksyen saja?” ia memecah kebekuan dengan
sebuah pertanyaan.
“Itu betul terjadi, hanya saja setting dan nama tempat sebagian
kusamarkan. Tak baik kalau ada orang yang kebetulan mengenal wanita yang
bersangkutan nantinya tahu affairnya”.
“Ihh… Kamu sangat hebat. Boleh merasa ramai perempuan dari berbagai macam etnik dan usia”.
Hmmmh. Pembicaraannya mulai menjurus tanpa kupancing. Iapun lalu
bercerita dengan nada datar dan pelan mengenai kondisinya. Gairah yang
berkobar tapi selalu padam karena kurang minyak.
Aku berdiri dan berada di belakangnya. Ia masih duduk di kursi kamar.
Kupegang kedua bahunya dari belakang dan kupijit perlahan. Ia
menggeliat dan mengusapkan pipinya pada lengan kananku.
Kubimbing ia
berdiri dan kuputar badannya sehingga kini kami saling berhadapan.
Kupegang kepalanya dan kutengadahkan mukanya ke mukaku. Ia masih
menampakkan ekspresi ragu dan malu. Namun akhirnya ia berkata lirih,”Aku
ingin berbagi pengalaman denganmu saat ini”. Aku yang kini menjadi
ragu, takut kalau ada razia di hotel ini.
“Tak perlu khawatir ada pemeriksaan di hotel,” katanya lagi seolah
meyakinkanku. Akupun sudah tidak bisa berpikir dengan jernih. Kalaupun
ada insiden antar negara, biarlah itu diselesaikan oleh para pejabat,
karena memang itulah tugasnya.
Ia menjatuhkan kepalanya ke dadaku. Kupegang bahunya dan kutempelkan
pipiku ke pipinya. Ia berbisik, “Puaskan akak malam ini. Bawa kakak
mencapai puncak nikmat…”
Kupeluk dia dan ia semakin merapatkan kepalanya di dadaku. Kubawa dia duduk di ranjang.
Kucium pipinya dan tangannya mulai membukanya. Rambutnya ternyata
dipotong pendek dengan model seperti Lady Di. Kucium bulu halus di leher
belakangnya.
“Sssh., kamu memang sangat pandai membangkitkan ghairah,” rintih Linda sambil memejamkan matanya.
Rintihannya terhenti waktu bibirku memagut bibirnya yang merekah.
Lidahku menerobos ke mulutnya dan menggelitik lidahnya. Linda menggeliat
dan mulai membalas ciumanku meskipun dengan kaku. Mungkin selama ini
suaminya tidak pernah mengajari berciuman. Tanganku mulai bekerja di
atas dadanya dan kuremas buah dadanya. Kurasakan payudaranya sudah agak
turun. Jariku terus menjalar mulai dari dada, perut, pinggang terus ke
bawah hingga pangkal pahanya. Linda makin menggeliat nikmat. Lidahku
sudah beraksi di lubang telinganya dan gigiku menggigit daun telinganya.
“Kita lakukan dengan slow saja. Aku perlu pengenalan dan penyesuaian dahulu,” bisiknya.
Kulepas pelukanku dan aku berputar ke belakangnya. Tanganku yang
mendekap dadanya dipegangnya erat. Kugigit lembut tengkuknya. Badannya
mulai menghangat dan bergetar. Bibir dan hidungku menyelusuri seluruh
kepala dan lehernya. Linda makin menggelinjang apalagi waktu tanganku
meremas buah dadanya yang masih tertutup baju itu. Kugesekkan pipi
kananku ke pipi kirinya dan kusapukan napasku di telinganya. Linda
menjerit kecil menahan geli. Ia mempererat pegangan tangannya di
tanganku.
Aku masih memeluknya dari belakang sambil membimbingnya berjalan ke
arah ranjang. Tangannya bergerak ke belakang dan meremas isi celanaku
yang mulai memberontak. Aku membungkukkan badan mulai mencium dan
menggigit pinggulnya. Ia mendongakkan kepalanya dan berdesis lirih.
Kuusap pahanya dengan tanganku. Ia tidak pernah mengeluarkan pekikan
atau erangan. Hanya desisan pelan dan gigi atasnya menggigit bibir
bawahnya.
Aku masih dibelakangnya dengan berlutut dan menyingkapkan bajunya.
Tanganku beraksi di betisnya, sementara bibirku mencium lipatan lutut
belakangnya. Ia merentangkan kedua kakinya dan bergetar meliuk-liuk.
Kucium pahanya dan kuberikan gigitan semut. Ia makin meliukkan badannya,
namun suaranya tidak terdengar. Hanya napasnya yang semakin memburu
didorong oleh gairah yang membara.
Pada saat ia sedang menggeliat, kuhentikan ciuman di lututnya dan aku
segera berdiri di hadapannya. Kuusap pantat dan pinggulnya. Kembali ia
berdesis pelan. Tubuhnya terasa masih padat dan kencang. Lekukan
pinggangnya indah, dan buah dadanya nampak bulat segar dengan puting
tegak menantang berwarna coklat muda.
Dengan cepat langsung kusapukan bibirku ke lehernya dan kutarik
pelan-pelan ke bawah sambil mencium dan menjilati lehernya yang mulus.
Linda mendongakkan kepala memberikan ruang bagi bibirku. Tangannya
memeluk leherku dan ia semakin merepatkan tubuhnya ke dadaku, sehingga
dadanya yang masih terbungkus bajunya menekan dadaku.
Dengan sebuah tarikan pelan kulepas bajuku. Ia tertegun melihat
dadaku yang bidang dengan bulu dada yang lebat. Diusap-usapnya dadaku
dan kemudian putingku dimainkan dengan jarinya.
Kucium bibirnya, ia membalas dengan lembut. Kini ia mulai membalas
dengan lembut dan kemudian berubah menjadi lumatan ganas. Kubiarkan ia
yang aktif menciumiku. Ia melepaskan ciumannya. Ia menatap mataku dan
berbisik.
“Slow saja To… Kita masih ada banyak masa. Besok kakak boleh datang
ke sini lagi, malam ni kakak masih ada mesyuarat, besok acara sampai 5
pm!”
Kusingkapkan bajunya dan kutarik celana dalamnya ke bawah. Sebuah
lembah yang indah dengan padang rumput yang cukup lebat terlihat di sela
pahanya. Ketika akan kubuka bajunya melalui kepalanya, ia menggeleng.
“Jangan dulu To, aku masih malu. Aku perlu penyesuaian”.
“Eehhhngng…” Ia mendesah ketika lehernya kujilati. Terlihat bayangan kami di cermin lemari. Ia kelihatan mungil dalam pelukanku.
Linda mendorongku ke ranjang dan menindih tubuhku. Dengan
menyingkapkan bajunya, tanganku bergerak punggungnya membuka pengait
bra-nya. Kunaikkan cup bra-nya. Kini buah dadanya terbuka di hadapanku.
Buah dadanya yang sedikit kendor dan berukuran sedang menggantung di
atasku. Putingnya yang berwarna coklat kemerahan mulai mengeras.
Digesek-gesekkannya putingnya di atas dadaku.
Bibirnya kini semakin lincah menyusuri wajah, bibir dan leherku.
Linda mendorong lidahnya jauh ke dalam rongga mulutku kemudian memainkan
lidahku dengan menggelitik dan memilinnya. Aku hanya sekedar
mengimbangi. Kali ini akan kubiarkan Linda yang memegang tempo permainan
dan menimba kepuasan. Sesekali gantian lidahku yang mendorong lidahnya.
Tangan kananku memilin puting serta meremas payudaranya.
Linda menggeserkan tubuhnya ke arah bagian atas tubuhku sehingga
payudaranya tepat berada di depan mukaku. Segera kulumat payudaranya
dengan mulutku. Putingnya kuisap pelan dan kujilati.
“Aaacchhh, Ayo Anto… Lagi.. Teruskan Anto… Nikmat… Teruskan”.
Kemaluanku semakin mengeras. Kusedot payudaranya sehingga semuanya
masuk ke dalam mulutku kuhisap pelan namun dalam, putingnya kujilat dan
kumainkan dengan lidahku. Dadanya bergerak kembang kempis dengan cepat
detak jantungnya juga meningkat. Napasnya berat dan terputus-putus.
Tangannya menyusup di balik celana dalamku, kemudian mengelus,
meremas dan mengocok kemaluanku dengan lembut. Pantatku kunaikkan dan
dengan sekali tarikan, maka celana pendek dan celana dalamku sekaligus
sudah terlepas. Kini aku dalam keadaan polos tanpa selembar benang.
Bibirnya mengarah ke leherku, mengecup, menjilatinya kemudian
menggigit daun telingaku. Napasnya dihembuskannya ke dalam lubang
telingaku. Kini dia mulai menjilati putingku dan tangannya mengusap bulu
dadaku sampai ke pinggangku. Aku semakin terbuai. Kugigit bibir bawahku
untuk menahan rangsangan ini. Kupegang pinggangnya erat-erat.
Tangan kiriku kuarahkan ke celah antara dua pahanya. Kulihat ke bawah
rambut kemaluannya lebat. Jari tengahku masuk sekitar satu ruas jari ke
dalam lubang guanya. Kuusap dan kutekan bagian depan dinding vaginanya
dan kemudian jariku sudah menemukan sebuah tonjolan daging seperti
kacang.
Setiapkali aku memberikan tekanan dan kemudian mengusapnya Linda mendesis, “Huuuhh…
Aaauhhh… Engngnggnghhhk”
Ia melepaskan tanganku dari selangkangannya. Mulutnya bergerak ke
bawah, menjilati perutku. Tangannya masih mempermainkan penisku,
bibirnya terus menyusuri perut dan pinggangku, semakin ke bawah. Ia
memandang sebentar kepala penisku yang lebih besar kepala dari batangnya
dan kemudian mengecup batang penisku. Diameter pada kepala 4 cm
sementara batangnya hanya 3 cm, panjang keseluruhan 14 cm. Rambut
kemaluanku sebenarnya cukup tebal, namun aku telah trim dengan rapi. Ia
tidak mengulumnya, hanya mengecup dan menggesekkan hidungnya pada batang
penis dan buah testikel yang menggantung di bawahnya.
Linda kembali bergerak ke atas, tangannya masih memegang dan mengusap
kejantananku yang telah berdiri tegak. Kembali kami berciuman. Buah
dadanya kuremas dan putingnya kupilin dengan jariku sehingga dia
mendesis perlahan dengan suara yang tidak jelas.
“SShhh… Ssshhh… Ngghhh..”
Ia melepaskan diri dari pelukanku dan menyobek sebuah benda kecil seperti sachet, ternyata kondom.
“Untuk karang ni, pakai kondom dulu ok, aku masih ada rasa malu dan takut,” katanya tersenyum.
Ia kemudian mengocok penisku sebentar dan mulai memasang kondom pada
penisku. Wow, kali ini penisku dipasangi kondom oleh seorang perempuan
dari negeri jiran. Biasanya kalau aku sedang ML dengan wanita kenalanku
dan ingin pakai kondom, aku sendiri yang memasangnya.
Ditempelkannya kondom tadi di kepala penisku dan kemudian dibukanya gulungan kondom tadi ke bawah sampai terpasang seluruhnya.
Perlahan lahan kemudian ia menurunkan pantatnya sambil
memutar-mutarkannya. Kepala penisku dipegang dengan jemarinya, kemudian
digesek-gesekkan di mulut vaginanya. Terasa sudah licin karena lendir
vaginanya. Dia mengarahkan kejantananku untuk masuk ke dalam vaginanya.
Ketika sudah menyentuh lubang guanya, maka kunaikkan pantatku perlahan.
Linda merenggangkan kedua pahanya dan pantatnya diturunkan. Kepala
penisku sudah mulai menyusup di bibir vaginanya. Kugesek-gesekkan di
bibir vaginanya. Linda merintih dan menekan pantatnya agar penisku
segera masuk.
“Ayolah Anto tekan… Dorong sekarang. Ayo… Masukkan batang butohmu please… pleassse…!!”
Linda bergerak naik turun dengan kaku. Kelihatannya ia tidak terbiasa
dengan posisi ini. Namun kelihatannya ia ingin mendapatkan pengalaman
yang baru dan biarlah kali ini ia belajar mengendalikan permainan.
Perlahan-lahan kugerakkan pinggulku mengimbangi gerakannya. Vaginanya
terasa licin dan agak becek. Kadang gerakan pantatku kubuat naik turun
dan memutar.
Linda terus melakukan gerakan memutar pada pinggulnya.
Ketika kurasakan lendir yang membasahi vaginanya semakin banyak maka
kupercepat gerakanku. Namun Linda menggeleng dan menahan gerakanku,
kemudian tangannya mengatur gerakanku dalam tempo sangat pelan.
“Anto, … Ouhh… Nikmat… Ooouuuhhh. Kamu memang sangat perkasa dan
dahsyat. Kita main slow, kakak ingin sesekali menjadi posisi dominan.
Selama ini dalam bermain sex kakak selalu di bawah,” desisnya sambil
menciumi leherku.
Kakinya menjepit pahaku. Dalam posisi ini gerakan naik turunnya
menjadi bebas. Tangannya menekan dadaku. Kucium dan kuremas buah dadanya
yang menggantung. Kepalanya terangkat dan tanganku menarik rambutnya
kebelakang sehingga kepalanya semakin terangkat. Setelah kujilat dan
kukecup lehernya, maka kepalanya turun kembali dan bibirnya mencari-cari
bibirku. Kusambut mulutnya dengan satu ciuman yang dalam dan lama.
Ia mengatur gerakannya dengan tempo pelan namun sangat terasa.
Pantatnya diturunkan sampai menekan pahaku sehingga penisku terbenam
dalam-dalam sampai kurasakan menyentuh dinding rahimnya. Ketika penisku
menyentuh rahimnya Linda semakin menekan pantatnya sehingga tubuh
kamipun semakin merapat.
Ia menegakkan tubuhnya sehingga ia dalam posisi duduk setengah
jongkok di atas selangkanganku. Tangannya kemudian membuka baju yang
dari tadi masih dikenakannya, kemudian dengan satu gerakan pada bahunya,
bra-nya sudah terjatuh.
“Kurang nikmat To. Mungkin lebih nikmat kalau kita sama-sama bogel,” katanya sambil tersenyum.
Linda kemudian menggerakkan pantatnya maju mundur sambil menekan ke
bawah sehingga penisku tertelan dan bergerak ke arah perutku. Rasanya
seperti diurut dan dijepit sebuah benda lunak. Semakin lama-semakin
cepat ia mengerakkan pantatnya, namun tidak ada suatu gerakan yang
menghentak-hentak. Desiran yang mengalir ke penisku kurasakan semakin
cepat.
“Ouhh… Ssshhh… Akhh!” Desisannyapun semakin sering. Aku tahu sekarang
bahwa iapun akan segera mengakhiri babak ini dan menggapai puncak
impiannya. Aku menghentikan gerakanku untuk mengendorkan rangsangan yang
ada karena desiran-desiran di sekujur batang penisku makin kuat. Aku
tidak mau keluar duluan.
Setelah beberapa saat rangsangan itu menurun kembali kugerakkan. Kini
penisku kukeraskan dengan menahan napas dan mengencangkan otot yang
sudah terlatih oleh senam Kegel. Ia merebahkan tubuhnya ke atas tubuhku,
matanya berkejap-kejap dan bola matanya memutih. Giginya menggigit
bibir bawahnya kuat-kuat. Akupun merasa tak tahan lagi dan akan segera
memuntahkan laharku.
Akhirnya beberapa saat kemudian…
“Anto… Sekarang sayang… Sekarang… Hhhuuuaahhh. Akak pancut… Orgasm!”
Ia kini memekik kecil. Pantatnya menekan kuat sekali di atas pahaku.
Dinding vaginanya berdenyut kuat menghisap penisku. Aku menahan tekanan
pantatnya dengan menaikkan pinggulku. Bibirnya menciumiku dengan
pagutan-pagutan ganas. Desiran dan tekanan aliran lahar yang sangat kuat
memancar lewat lubang kejantananku. Kupeluk tubuhnya erat-erat dan
kutekankan kepalanya di dadaku. Napas yang bergemuruh kemudian disusul
napas putus-putus dan setelah tarikan napas panjang ia terkulai lemas di
atas tubuhku.
Denyutan demi denyutan dari kemaluan kami masing-masing kemudian
melemah. Ia berguling ke sampingku sambil tangan dan mukanya tetap
berada di leherku. Kuberikan kecupan ringan pada bibir, dan usapan pada
pipinya.
“Terima kasih To. Kamu sungguh luar biasa. Kamu sangat perkasa,
begitu nikmat dan indah. Nikmat luar biasa sangat. Orgasm yang sangat
nikmat yang pernah kualami. Thanks” katanya lembut. Ia melepaskan kondom
dari penisku dan mengamati isinya.
“Hmmhh… Penuh sangat isinya. Berapa hari tak pergi ke ranjang dengan
perempuan?” tanyanya sambil tersenyum. Aku tidak menjawab pertanyaannya,
hanya tersenyum saja.
Setelah mandi dan hendak mengenakan pakaian, Linda menahan tanganku yang akan memakaikan celana dalam.
“Kakak nak lagi, please. Akak… Masih… Belum puas. Kamu masih kuat
untuk melakukan lagi kan”. Ia tersipu-sipu dan tidak melanjutkan
perkataannya.
Kami berbaring berdampingan sambil berpelukan. Kepalanya diletakkan
di atas dadaku. Kami masih membahas mengenai hubungan sex tadi yang
berlangsung dengan tempo pelan.
“Hmmm. Dengan tempo lambat begini sudah nikmat bukan kepalang. Nanti
kita akan lakukan dengan lebih berani dan ganas. Akak sudah merasakan
sedikit dari keperkasaanmu dan sekejap lagi kita akan bermain dengan
hebat” jawabnya sambil mengecup lenganku.
Setengah jam berlalu dan kurasakan sebuah benda padat lunak menekan
dadaku. Kucium ketiaknya yang sedikit ditumbuhi rambut dan kugelitikin
perutnya.
“Linda, katanya kamu mau lagi…!”
Tangannya menangkap tanganku. Kudaratkan sebuah ciuman pada bibirnya.
Kuamat-amati tubuhnya yang lumayan aduhai. Kulitnya kuning bersih
dengan pantat besar dan menonjol ke belakang, sementara di dadanya ada
segunduk daging yang bulat dengan tonjolan coklat muda yang berdiri
tegak.
Bibirnya mendarat di bibirku. Kali ini ia menciumiku dengan ganas.
Akupun membalas dengan tak kalah ganasnya. Kuremas buah dadanya dengan
keras. Beberapa saat kemudian kami sudah berpelukan dan bergulingan di
atas ranjang besar yang empuk.
Aku menindih dan menjelajahi sekujur tubuhnya. Ia menggeliat-geliat
hebat dan mengerang. Mulutnya mendekat ke telingaku dan berbisik.
“Ouuhhh… Anto… Sekarang terserah kamu. Lakukan dengan dahsyat. Aku akan menerima perlakuanmu…”.
“Aku akan membawamu berpacu dalam nikmat yang luar biasa..” kataku membalas bisikannya.
Dari dada, lidahku pindah ke samping menyusuri pinggul dan
pinggangnya, ke arah perut dan pahanya. Aku mencoba untuk mendekatkan
hidungku ke sela pahanya, namun tangannya menutupi celah paha tersebut.
Linda meronta hebat penuh kenikmatan sewaktu tanganku memainkan puting
buah dadanya. Tangannya terlepas dan hidungku kutempelkan di bibir
vaginanya. Tercium aroma yang segar dan khas.
Bulu kemaluannya cukup lebat namun dipotong rapi. Meskipun kulitnya
putih, namun bibir vaginanya kecoklatan dengan ditumbuhi rambut meskipun
agak jarang. Kubuka bibir vaginanya dengan telunjuk dan ibu jari,
terlihat bagian dalam vaginanya yang kemerahan dan mulai basah oleh
lendir dari dinding vagina yang melumasinya.
Kini lidahku menyusup ke dalam vaginanya. Kulebarkan pahanya dan aku
semakin leluasa mempermainkan klitorisnya. Linda meregang dan meronta
menahan kenikmatan yang kuberikan di dalam vaginanya.
“Ouhhh To… Ayo… Teruskan. Sudah lama kakak ingin menikmati posisi ini,” ia mengerang.
Bibirku seperti melakukan ciuman dengan bibir vaginanya. Lidahku
menerobos masuk ke dalam liang vaginanya dan bermain dengan dinding
vagina, klitoris dan lorong kenikmatannya. Sementara bibirku menghisap
bibir vaginanya, maka lidahku menjilat klitorisnya dengan sentuhan
ringan. Linda meremas rambutku dan memekik tertahan.
“Auwww, aku tak tahan lagi…”
Kurasakan klitorisnya sedikit membesar dan berkilat-kilat. Kujepit
klitorisnya dengan bibirku dan kukeraskan jepitanku. Ia semakin
tenggelam dalam kenikmatan dan pahanya menjepit kepalaku dengan kuat. Ia
mengerang.
“Please, karang… To. Akak tak tahan lagi… Please”.
Beberapa lama aku masih mempermainkan lidahku pada klitorisnya.
Kuakhiri stimulus pada vaginanya dan kini aku memberikan rangsangan di
paha, kemudian menciumi lututnya. Ketika kugigit lututnya ia mengejang.
“Ampun… Tooo… Antoo… Jangan… Cukup… Cukup!” pekiknya.
Bibirku naik ke leher dan menjilatinya. Elusan tanganku pada
pinggangnya membuat ia meronta kegelian. Kuhentikan elusanku dan
tanganku meremas lembut buah dadanya dari pangkal kemudian ke arah
puting. Kumainkan jemariku dari bagian bawah, melingkari gundukannya
dengan usapan ringan kemudian menuju ke arah putingnya. Sampai batas
puting sebelum menyentuhnya, kuhentikan dan kembali mulai lagi dari
bagian bawah.
Kugantikan jariku dengan bibirku, tetap dengan cara yang sama
kususuri buah dadanya tanpa berusaha mengenai putingnya. Kini ia
bergerak tidak karuan. Semakin bergerak semakin bergoyang buah dadanya
dan membuat jilatanku makin ganas mengitari gundukan mulus itu. Setelah
sebuah gigitan kuberikan di belahan dadanya, bibirku kuarahkan ke
putingnya, tapi kujilat dulu daerah sekitarnya yang berwarna merah
sehingga membikin Linda penasaran dan gemas.
“To.. Jangan kau permainkan aku… Cepat,” pintanya. Aku masih ingin
mempermainkan gairahnya dengan sekali jilatan halus di putingnya yang
makin mengeras itu. Linda mendorong buah dadanya ke mulutku, sehingga
putingnya langsung masuk, dan mulailah kukulum, kugigit kecil serta
kujilat bergantian. Tanganku berpindah dari pinggang ke vaginanya yang
semakin basah.
Jariku tengah kiriku kumasukkan ke dalam vaginanya dan tidak lama
sudah menemukan apa yang kucari. Lumatan bibirku di puting Linda makin
ganas. Ia berusaha mengulingkan badanku tetapi kutahan. Kali ini aku
yang harus pegang kendali.
“Aaagh…” ia memekik-mekik. Kucium lagi bibir dan lehernya. Adik
kecilku makin membesar dan mengganjal tubuh kami di atas perutnya.
Kupikir kini saatnya untuk memberinya. Kuangkat pantatku sedikit dan
iapun mengerti. Dikocoknya penisku sampai keras sekali dan ku
kangkangkan pahanya lebar-lebar.
Diarahkannya penisku ke vaginanya dan “Tak usah lagi pakai kondom ke?
Masukan To… Sekarang!” pintanya sambil melebarkan pahanya. Kudorong
sekali namun meleset juga. Kini kucoba kedua kali dan berhasil.
Kugerakkan penisku pelan-pelan dan semakin lama semakin cepat.
Vagina Linda makin lembab, namun tidak sampai becek. Linda langsung
mengerang hebat merasakan hunjaman penisku yang keras dan bertubi-tubi.
Tangannya mencengkeram pinggulku. Gerakan maju-mundurku diimbanginya
dengan memutar-mutarkan pinggulnya, semakin lama gerakan kami semakin
cepat.
Kini ia semakin sering memekik dan mengerang. Tangannya kadang
memukul-mukul punggungku. Kepalanya mendongak ketika kutarik rambutnya
dengan kasar dan kemudian kukecup lehernya dan kugigit bahunya.
“Ouhhh… Ehhh… Yyyeessshhh!”
Setelah beberapa lama kuminta dia untuk di atas. Dengan cepat kami
berguling. Tak berapa lama kemudian penisku sudah terbenam di liang
vaginanya. Linda menaikturunkan pantatnya dengan posisi jongkok. Ia
seperti penunggang kuda yang sedang memacu kudanya dalam lembah
kenikmatan mendaki menuju puncak. Tubuhnya naik turun dengan cepat dan
kuimbangi dengan putaran pinggulku, sementara buah dadanya yang tegak
menantang kuremas-remas dengan tanganku. Gerakan kami makin cepat,
erangan Linda makin hebat. Aku duduk dan memeluk pinggangnya. Kami
berciuman dalam posisi Linda duduk berhadapan di pangkuanku. Aku bebas
mengeksplorasi tubuhnya dengan tangan dan bibirku.
“Aaagghhh… Anto…” teriaknya. Kini saatnya kuambil alih kembali kendali permainan.
Kubalikkan tubuhnya dan langsung kugenjot dengan tempo tinggi dan
menghentak-hentak. Nafas kami semakin memburu. Kuganti pola gerakanku.
Kucabut penisku dan kumasukkan kembali setengahnya. Demikianlah
kulakukan berulang-ulang sampai beberapa hitungan dan kemudian
kuhempaskan pantatku dalam-dalam.
Linda setengah terpejam sambil mulutnya tidak henti-hentinya
mengeluarkan desahan seperti orang yang kepedasan. Pinggulnya tidak
berhenti bergoyang dan berputar semakin menambah kenikmatan yang terjadi
akibat gesekan kulit kemaluan kami. Lubang vaginanya yang memang sempit
ditambah dengan gerakan memutar dari pinggulnya membuatku semakin
bernafsu. Ketika kuhunjamkan seluruh penisku ke dalam vaginanya, Linda
pun menjerit tertahan dan wajahnya mendongak.
Aku menurunkan tempo dengan membiarkan penisku tertanam di dalam
vaginanya tanpa menggerakkannya. Kucoba memainkan otot kemaluanku.
Terasa penisku mendesak dinding vaginanya dan sedetik kemudian ketika
aku melepaskan kontraksiku, kurasakan vaginanya meremas penisku.
Demikian saling berganti-ganti. Aku pernah kirimkan artikel senam Kegel
untuk melatih kekuatan otot PC dan rupanya ia sudah mempelajari dan
mempraktekkannya.
Permainan kami sudah berlangsung beberapa saat. Kedua kakinya
kuangkat dan kutumpangkan di pundakku. Dengan setengah berdiri di atas
lututku aku menggenjotnya. Kakinya kuusap dan kucium lipatan lututnya.
Ia mengerang dan merintih-rintih.
Aku memberi isyarat kepadanya untuk menutup permainan ini. Kubisikkan
“Kita selesaikan bersama-sama”. Ia pun mengangguk. Kukembalikan dalam
posisi normal. Kamipun berpelukan dan bergerak liar tanpa menghiraukan
keringat kami yang bercucuran.
Gerakan demi gerakan, pekikan demi pekikan telah kami lalui. Aku
semakin cepat menggerakkan pantat sampai pinggangku terasa pegal, namun
tetap kupertahankan kecepatanku. Linda menjambak rambutku dan
membenamkan kepalaku ke dadanya, betisnya segera menjepit erat pahaku.
Badannya menggelepar-gelepar, kepalanya menggeleng ke kiri dan ke kanan,
tangannya semakin kuat menjambak rambutku dan menekan kepalaku lebih
keras lagi.
Aku pun semakin agresif memberikan kenikmatan kepada Linda yang tidak henti-hentinya menggelinjang sambil mengerang.
“Aaahhh… Ssshhh… Ssshhh”
Gerakan tubuh Linda semakin liar.
“Ouooohhh nikmatnyaaa… Aku nak pancut… Sampai…”
Aku merasa ada sesuatu yang mendesak-desak di dalam kejantananku
ingin keluar. Sudah saatnya aku menghentikan permainan ini. Aku
mengangguk dan iapun mengangguk sambil memekik panjang, “Ouuuwww…!”
Aku mengangkat pantatku, berhenti sejenak mengencangkan ototnya dan
segera menghunjamkan penisku keras-keras ke dalam vaginanya. Nafasnya
seolah-olah terhenti sejenak dan kemudian terdengarlah erangannya.
Tubuhnya mengejang dan jepitan kakinya diperketat, pinggulnya naik
menjambut penisku. Sejenak kemudian memancarlah spermaku di dalam
vaginanya, diiringi oleh jeritan tertahan dari mulut kami berdua.
“Awww… Aduuuh… Hggkkk”
Kami pun terkulai lemas dan tidak berapa lama sudah tidak ada suara
apapun di dalam kamar kecuali desah napas yang berkejaran dan
berangsur-angsur melemah. Tangannya memeluk erat tubuhku dengan mesra.
“Kini kakak percaya, ramai perempuan yang pasti kau puaskan di atas
ranjang. Kau telah memberikan ghairah yang baru dalam hidup kakak”.
Sebentar kemudian kami bersama saling membersihkan badan dan setelah
itu ia mengenakan pakaiannya. Ketika ia sudah berpakaian lengkap
kupandangi dia sambil menarik nafas panjang. Rasanya tak percaya kalau
cikgu Linda yang bertubuh mungil, ini baru saja kusetubuhi dan ia
meronta-ronta liar di bawah tubuhku.
Akhirnya jam setengah delapan malam, Linda pun berpamitan pulang dan
berjanji besok sore akan kembali lagi untuk mengulangi dan menambah
pengalamannya dalam bercinta. Kusampaikan besok tunggu saja SMS dariku,
mungkin sampai agak sore pertemuan dengan rekanan akan selesai. Iapun
setuju dan setelah kuberikan ciuman ganas yang lama, maka iapun keluar
dari kamar untuk kembali ke penginapannya. Malam ini masih ada acara di
pertemuan yang diikutinya.
Esoknya aku melakukan pertemuan untuk membicarakan pekerjaan dengan
rekanan bisnis dari perusahaan di KL. Pertemuan berjalan lancar, apalagi
person yang menangani masalah ini berasal dari Indonesia dan sudah lima
tahun bekerja di KL. Agaknya kesamaan asal-usul negara sangat membantu
dalam pembicaraan kami. Draft kerjasama sudah kami selesaikan, hanya
mungkin ada perubahan redaksional saja. Besok atau lusa mungkin konsep
MOU sudah final.
Rekanan dari KL minta maaf kalau nanti malam ia tidak dapat
menemaniku berjalan-jalan sekedar menikmati suasana KL karena ia ada
pertemuan dengan pimpinannya untuk proyek lainnya. Ia menawarkan sopir
untuk menemaniku berjalan-jalan. Kuterima saja tawarannya, toh kalaupun
Linda datang aku bisa menyuruhnya kembali. Akupun memahami dan bahkan
bersyukur, karena akupun sudah berjanji untuk memberikan pelajaran
sesion kedua untuk Linda, sang cikgu.
Jam 15.00 waktu setempat, pertemuan selesai dan aku langsung kirim
SMS ke Linda, “5 pm, OK”. Tak lama balasan dari Linda pun sampai, “OK”.
Jam 5 kurang lima belas menit aku sudah siap di lobby. Sopir kusuruh
tunggu sebentar. Tak lama kulihat Linda sudah ada di depan pintu hotel.
Kusambut dia di depan pintu. Kali ini ia mengenakan celana panjang hijau
dan kaus ketat warna hitam yang ditutup dengan blazer sewarna dengan
celananya. Namun dadanya sekilas terlihat membusung di balik lazernya.
“Linda, boleh temani Anto berjalan-jalan ke?” kataku sekaligus
mengajaknya. Sengaja aku tak memanggil dia dengan sebutan kakak lagi.
Sejenak ia ragu, namun kemudian kubisikkan,”Kita punya waktu sampai
pagi. Kuberikan overtime kalau masih kurang”.
Ia tersipu-sipu dan akhirnya menyetujui usulku. Kami akhirnya
keliling-keliling KL dan sempat makan malam di pusat jajanan di KL. Kami
pilih masakan India yang kaya rempah, sekaligus persiapan untuk nanti
malam. Selesai makan kamipun kembali ke hotel dan sopir kusuruh pulang
setelah kuberikan sedikit tip. Kubilang besok jemput saja pukul 08.00
pagi.
Agar tidak mencolok, kami naik ke kamar dengan lift yang berbeda. Aku
masuk duluan ke kamar tanpa mengunci pintu. Linda tak lama kemudian
sudah menyusulku masuk ke kamar.
“Macam mana kesan Anto di KL ni?” tanyanya.
“Waduh, saya baru sekali ke sini dan baru keliling bersama Linda tadi.
Sekilas saja kesan saya KL adalah sebuah kota yang maju dengan penduduk
yang tertib dan ramah. Apalagi malam ini saya boleh tidur ditemani
perempuan cantik macam Linda. Kita lansung start saja ke?”
Ia mengangguk dan tersenyum manis. Aku ke kamar mandi sebentar sambil
sekalian mencuci penisku dengan sabun dan mengusap rambut kemaluanku
dengan cologne.
Ia membuka blazernya. Dadanya yang membusung seakan menantangku untuk
meremasnya. Dengan berciuman dan dalam posisi berdiri kami sudah
menanggalkan pakaian kami dengan perlahan-lahan. Kami hanya mengenakan
pakaian dalam saja. Tanganku menyusup ke balik bra-nya dan meremas
gundukan daging lembut di dalamnya. Putingnya mulai mengeras di
tanganku.
Kulepaskan pelukanku dan kumatikan lampu kamar seluruhnya. Kubuka
korden sehingga cahaya lampu teras menerobos masuk membuat kamar menjadi
remang-remang. Kurebahkan Linda dengan perlahan ke atas ranjang dan aku
menyusul berbaring di sampingnya. Kuciumi dengan lembut mulai dari
kening, pipi, dagu, leher dan dadanya. Dengan sedikit gerakan, maka
bra-nya kemudian sudah terlempar di sudut kamar. Kami pun kemudian
saling membantu untuk melepaskan celana dalam. Kini tubuh kami berdua
sudah tanpa penutup selembar benangpun.
Linda menindihku, ia memainkan lidahnya jauh ke dalam rongga mulutku.
Bibirnya masih agak kaku. Ia memang kurang mahir dalam berciuman,
maklum suaminya tidak pernah mengajarinya. Tangan kananku memilin puting
serta meremas payudaranya.
Linda menggerakkan tubuhnya agak ke atas. Payudaranya pas sekali di
depan mulutku. Segera kuterkam payudaranya dengan mulutku. Putingnya
yang coklat kemerahan kuisap pelan dan kugigit kecil.
“Aaacchhh, Ayo Anto… Teruskan Anto… Teruskan,” ia mengerang..
Kejantanaku sudah berdiri dan mengeras. Puting dan payudaranya
semakin keras. Kusedot payudaranya sehingga semuanya masuk ke dalam
mulutku, putingnya kumainkan dengan lidahku. Dadanya mulai naik turun
dengan cepat pertanda nafsunya mulai naik. Napasnya terputus-putus.
Tangan Linda menyusup di celah selangkanganku, kemudian mengelus,
meremas, mengocok dan menggoyang-goyangkan kejantananku. Linda
menggerakkan bibirnya ke arah leherku, menyapu, mengecup, menjilati
leherku dan menggigit kecil daun telingaku. Hembusan napasnya terasa
kuat. Ia menjilati putingku dan tangannya bermain-main dengan bulu
dadaku.
Tangan kiriku bermain di antara selangkangannya. Rambut kemaluannya
kutarik lembut. Kubuka bibir vaginanya. Jari tengahku masuk sedikit dan
mulai menekan bagian atas organ kewanitaannya pada tempat menonjol
seperti kacang. Setiap aku mengusapnya Linda mengerang keras.
“Oouuhh… Aaauhhh… Ngngnggnghhhk”
Kulepaskan tanganku dari selangkangannya. Mulutnya semakin ke bawah,
menjilati bulu dada dan perutku. Tangannya masih bermain-main di
kejantananku. Dengan bahasa tubuh kuisyaratkan agar ia mau melakukan
oral sex. Dia tersenyum dan bibirnya terus menyusuri perut dan
pinggangku.
Mulutnya kemudian sudah mencium dan menjilati batang penisku.
Perlahan namun pasti peniskupun bereaksi dan menjadi keras maksimal.
Tangannya mengocok penisku sementara lidahnya mulai menjilat kepala
penisku. Aku tersentak ketika lidahnya mengelitik lubang penisku.
Kuremas rambutnya dan kutekan kepalanya agar penisku bisa masuk semuanya
ke dalam mulutnya. Tangannya mengusap kantung zakarku sampai dekat di
bagian anusku.
Linda memutar tubuhnya sehingga kami bisa saling menstimulir alat
kelamin kami. Ia semakin liar dan bersemangat menghisap penisku dan
tangannya meremas kantung zakarku. Secara bergantian tangan dan mulutnya
mengeksplorasi batang dan kantung penisku. Kami saling memekik perlahan
ketika kenikmatan yang kami dapatkan melebihi kenikmatan biasanya.
Kususupkan lidahku untuk memberikan tekanan pada klitorisnya.
Klitorisnya kelihatan merah dan agak membesar. Tanganku membuka bibir
vaginanya dan mengusap bagian dalam vaginanya. Dua jariku kadang
kumasukkan dalam lubang guanya bergantian dengan lidahku. Beberapa saat
kami masih dalam posisi demikian.
Linda kembali bergerak memutar sehingga kami dalam posisi berhadapan.
Tangan kirinya memegang dan mengusap kejantananku yang telah berdiri
maksimal. Kugulingkan badannya sehingga aku berada di atas. Kembali kami
berciuman dengan ganas.
Aku bergerak menyamping sehingga aku bisa mengisap putingnya dan
iapun bisa mengisap putingku. Kuisap-isap puting susunya sehingga dia
mendesis dan memekik perlahan dengan suara sengau.
“SShhh… Ssshhh… Ngghhh..
Digigitnya putingku perlahan sehingga kini giliranku mendesis-desis.
Kuambil posisi untuk memulai permainan yang sesungguhnya. Perlahan lahan
kuturunkan pantatku sambil memutar-mutarkannya. Penisku bagian ujungnya
lebih besar daripada pangkalnya. Kepala penisku digenggam dengan
telapak tangannya, dan digesek-gesekkan di mulut vaginanya. Terasa
hangat dan mulai berair. Dia mengarahkan kejantananku untuk masuk ke
dalam vaginanya.
Kutepiskan tangannya dari penisku. Aku ingin memasukkan penisku ke
dalam vaginanya tanpa bantuan tangan, hanya dengan aksi penisku saja.
Linda merenggangkan kedua pahanya dan sedikit mengangkat pantatnya.
Kepala penisku sudah mulai menyusup di bibir vaginanya. Kugesek-gesekkan
di bibir luarnya sampai terasa keras sekali. Linda hanya merintih dan
memohon padaku untuk segera memasukkannya semua.
“Ayolah Anto, please… Pleassse…”
Kukencangkan otot PC-ku dan mencoba untuk menusuk lebih dalam.
“Ouhhh… Anto… Ouhhh,” Linda setengah berteriak.
Aku bergerak naik turun. Perlahan-lahan saja kugerakkan. Linda
mengimbangi dengan memutar pinggulnya. Kepalanya mendongak ke atas dan
bergerak ke kanan kiri. Kedua tanganku bertumpu menahan berat badanku.
Ketika lendirnya sudah membasahi vaginanya kupercepat gerakanku.
Kadang-kadang kubuat tinggal kepala penisku saja yang menyentuh mulut
vaginanya.
Kuhentikan gerakanku, kurebahkan tubuhku di atasnya. Kini penisku
kukeraskan dengan cara seolah-olah menahan kencing hingga terasa
mendesak dinding vaginanya. Aku menunggu agar ia juga melakukan
kontraksi dinding vaginanya. Lindapun kemudian membalasnya dengan
denyutan pada dinding vaginanya. Kami saling merintih ketika setiap otot
PC kami berkontraksi. Beberapa saat kami dalam posisi itu tanpa
menggerakkan tubuh, hanya otot kemaluan saja yang bekerja sambil saling
berciuman dan memagut bagian tubuh lawan main kami.
“Anto, … Sedap… Nikmat… Ooouuuhhh” desisnya sambil menciumi leherku.
Kugerakkan kaki kanannya melewati kepalaku sehingga aku berada di
belakangnya. Kuputar tubuhnya lagi sampai aku menindihnya dalam posisi
tengkurap di ranjang. Dalam posisi ini gerakanku naik turunku menjadi
bebas. Tangannya meremas-remas tepi ranjang. Kuciumi tengkuk dan
lehernya. Kepalanya terangkat dan mulutnya mencari-cari bibirku.
Kusambut mulutnya dengan sebuah ciuman. Kuatur gerakanku dengan ritme
pelan namun kutusukkan dengan dalam sampai kurasakan kepala penisku
menyentuh mulut rahimnya. Ketika penisku menyentuh rahimnya Linda
mengangkat pantatnya sehingga tubuh kami merapat.
Kupegang pinggulnya dan kutarik sehingga pantatnya terangkat ke
belakang. Linda menyesuaikan keinginanku. Kepalanya ditaruh di atas
bantal dan pantatnya menggantung dalam posisi nungging. Kupegang
pinggulnya dengan kuat. Pantatku kugerakkan maju mundur dan terkadang
memutar. Linda mengimbanginya dengan menggerakkan pantatnya maju mundur
dan berputar menentang arah putaranku. Kujulurkan tanganku ke depan
untuk menjangkau dan meremas payudaranya.
“Anto… Ayo lebih cepat lagi… Ayooo”
Kupercepat gerakanku dan Linda juga mengimbanginya. Kira-kira sudah
setengah jam lebih kami bertempur. Kurasakan sebentar lagi akan
kutuntaskan permainan ini.
“Lebih cepat lagi, ooohhh… Aku mau pancut… Keluar aaacchhkkk…”
Akupun merasa ada yang mau terlepas dari laras meriamku. Kucabut
penisku dan kugulingkan lagi tubuhnya kembali dalam posisi konvensional.
Kumasukkan kembali penisku dengan perlahan dan dengan ketegangan yang
penuh. Linda memelukku erat. Kakinya membelit pahaku, matanya terpejam,
kepalanya terangkat.
Kuubah gerakanku, kugerakkan dengan pelan dan ujung penisku saja yang
masuk beberapa kali. Dan kemudian kutusukkan sekali dengan cepat sampai
seluruh batang terbenam. Matanya semakin sayu dan gerakannya semakin
ganas. Aku menghentikan gerakanku dengan tiba-tiba. Payudaranya sebelah
kuremas dan sebelah lagi kuhisap kuat-kuat. Tubuh Linda bergetar.
“Ayo jangan berhenti, teruskan… Teruskan lagi” pintanya.
Aku merasa wanita ini hampir mencapai puncak. Kugerakkan lagi
pantatku dengan gerakan yang cepat dan dalam. Bunyi seperti kaki yang
berjalan di tanah becek makin keras bercampur dengan bunyi desah napas
yang memburu.
Crrok crok crok…
“Ayolah Anto, aku mau… Sampai…”.
Gerakan pantatku semakin cepat dan akhirnya
“Sekarang… Sayang… Sekarang… !!”
Tubuhnya menegang, dinding vaginanya berdenyut kuat, napasnya
tersengal dan tangannya mencakar punggungku. Kukencangkan otot PC-ku dan
kutahan, terasa seperti ada aliran yang mau keluar. Aku berhenti
sejenak dalam posisi kepala penis saja yang masuk vaginanya, kemudian
kuhunjamkan cepat dan dalam.
Crot… Crottt… Crott kutembakkan spermaku. Kami saling berteriak tertahan untuk menyalurkan rasa kepuasan.
“Yesss… Achhh… Auuhhhkkk,”
Pantatnya naik menyambut hunjamanku dan tubuhnya gemetar, pelukan dan
jepitan kakinya semakin erat sampai aku merasa sesak, denyutan di dalam
vaginanya terasa kuat sekali meremas kejantananku. Kucium bibirnya
dengan ganas dan akhirnya melembut seiring dengan meredanya
denyutan
pada kemaluan kami.
Beberapa saat aku diam beristirahat di atas tubuhnya tanpa mencabut
penis untuk memulihkan tenaga. Lima menit kemudian kucabut penisku dan
kami membersihkan diri di bawah shower dan kemudian berendam bersama di
bathtub sambil bercumbu ringan. Namun kemudian cumbuan kami berubah
menjadi cumbuan yang panas dan bergairah. Kuraih tutup bathtub dan
kucabut. Perlahan-lahan permukaan air dalam bathtub menurun. Ketika air
hampir kering barulah Linda sadar bahwa tutup bathtub telah kucabut.
“Anto ingin kita bermain sex di sini ke?” tanyanya.
Aku tak menjawab, hanya mulutku yang bekerja mengisap putingnya yang
kembali mengeras. Akhirnya dalam posisi Linda di atas kami menuntaskan
satu ronde permainan di dalam bathtub.
Setelah membersihkan diri kembali maka kami berdua berbaring di
ranjang dalam keadaan telanjang dan berpelukan. Sepanjang sisa malam itu
kami melakukan dua ronde lagi. Sekali menjelang tengah malam dan sekali
lagi menjelang pagi. Kuberikan ia puncak ekstra sehingga dalam dua
ronde tersebut ia telah mengejang empat kali.
Paginya iapun keluar dari kamarku dan kami membikin janji untuk
kembali berpacu dalam birahi nanti malam. Dua malam berikutnya lagi
masih kami isi dengan sambung raga sampai ketika permainan terakhir
menjelang pagi pada malam terakhir aku sudah mencapai orgasme tanpa
memuntahkan peluru lagi. Peluruku sudah kosong dihabiskan oleh Linda.
Aku pulang ke Jakarta dengan berbagai perasaan. Rasanya seperti
bermimpi saja kejadian ini. Kami masih saling mengirim E-mail, namun
tidak tahu kapan kami bisa bermandi keringat dan mengejang bersama-sama.
0 komentar:
Posting Komentar