Peristiwa indah itu tak pernah kuduga sedikit pun. Karena Bu Ivy tidak
menampakkan gejala-gejala nakal sedikit pun. Apalagi kalau mengingat
bahwa dia sudah mengenal istriku dan sering ngobrol berdua kalau datang
ke rumahku.
Istriku pun kelihatan percaya penuh, tak pernah mencucurigai kalau
aku bepergian bersama Bu Ivy. Lagian kalau ada niat mau selingkuh, masa
Bu Ivy berani menginjak rumahku dan berlama-lama ngobrol dengan istriku?
Apalagi kalau mengingat bahwa Bu Ivy kelihatannya taat beribadah. Tiap
hari selalu mengenakan jilbab.
Baik aku maupun istriku sama-sama berwiraswasta, tapi dalam lapangan
yang berbeda. Aku sering jadi mediator, begitu juga Bu Ivy. Sementara
istriku membuka toko kebutuhan sehari-hari, jadi bisnisnya cukup dengan
menunggui toko saja, karena rumahku ada di belakang toko itu. Dan di
belakang rumah, istriku punya bisnis lain….beternak ribuan burung puyuh
yang rajin bertelur tiap hari.
Pada suatu pagi, waktu aku baru mau mandi, istriku menghampiriku, “Ada Bu Ivy, Bang.”
“Oh, iya….emang sudah janjian mau ketemu sama pemilik tanah yang mau
dijadikan perumahan itu,” sahutku, “Suruh tunggu sebentar, aku mau mandi
dulu.”
Istriku mengangguk lalu pergi ke depan. Sementara aku bergegas masuk ke kamar mandi.
Setelah mandi dan berdandan, aku melangkah ke ruang tamu. Bu Ivy sedang ngobrol dengan istriku.
Setelah mandi dan berdandan, aku melangkah ke ruang tamu. Bu Ivy sedang ngobrol dengan istriku.
“Barusan istri Herman datang, Bang,” kata istriku waktu aku baru
duduk di sampingnya, “Herman sakit, kakinya bengkak, asam uratnya
kambuh, jadi gak bisa kerja hari ini.”
“Penyakit langganan,” sahutku dengan senyum sinis. Dengan hati kesal,
karena itu berarti aku harus nyetir sendiri hari ini. Herman adalah
nama sopirku.
“Acaranya hari ini nggak jauh kan?” tanya istriku, “Sekali-sekali nyetir sendiri kan nggak apa-apa.”
“Iya…ada sopir atau nggak ada sopir, kegiatanku takkan terhambat,”
kataku, lalu menleh ke arah Bu Ivy yang saat itu mengenakan baju hijau
pucuk daun dan kerudung putih, “Berangkat sekarang Bu?”
“Baik Pak,” Bu Ivy memegang tali tas kecilnya yang tersimpan di pangkuannya.
Tak lama kemudian Bu Ivy sudah duduk di sampingku, di dalam sedan yang
kukemudikan sendiri (merek sedanku takkan kusebut, enak aja jadi iklan
gratis…hehehe…).
Obrolan kami di perjalanan menuju lokasi, hanya menyangkut
masalah-masalah bisnis yang ada kaitannya dengan Bu Ivy. Tidak ada
sesuatu yang menyimpang. Bahkan setelah tiba di lokasi yang 25 km dari
pusat kota, aku tak berpikir yang aneh-aneh. Bahkan aku jengkel juga
ketika pemilik tanah itu tidak ada di tempat, harus dijemput dulu oleh
keponakannya yang segera meluncur di atas motornya.
Kami duduk saja di dalam mobil yang diparkir menghadap ke kebun tak
terawat, yang rencananya akan dijadikan perumahan oleh kenalanku yang
seorang developer. Suasana sunyi sekali. Karena kami berada di depan
kebun yang mirip hutan. Pepohonan yang tumbuh tidak dirawat sedikit pun.
Tapi suasana yang sunyi itu…entah kenapa…tiba-tiba saja membuatku
iseng…memegang tangan Bu Ivy sambil berkata, “Bisa dua jam kita harus
menunggu di sini, Bu.”
“Iya Pak,” sahutnya tanpa menepiskan genggamanku, “Sabar aja ya Pak….di dalam bisnis memang suka ada ujiannya.”
Aku terdiam. Tapi tanganku tidak diam. Aku mulai meremas tangan wanita
30 tahunan itu, yang makin lama terasa makin hangat. Dia bahkan
membalasnya dengan remasan. Apakah ini berarti……..ah…..pikiranku mulai
melayang-layang tak menentu.
Mungkin di mana-mana juga lelaki itu sama seperti aku. Dikasih
sejengkal mau sedepa. Remas-remasan tangan tidak berlangsung lama. Kami
bukan abg lagi. Masa cukup dengan remas-remasan tangan?
Sesaat kemudian, lengan kiriku sudah melingkari lehernya. Tangan kananku
mulai berusaha membuka jalan agar tangan kiriku bisa menyelusup ke
dalam bajunya yangb sangat tertutup dan bertangan panjang. Bu Ivy diam
saja. Dan akhirnya aku berhasil menyentuh payudaranya. Tapi dia
menepiskan tanganku sambil berkata, “Duduknya di belakang saja Pak…di
sini takut dilihat orang…”
O, senangnya hatiku. Karena ucapannya itu mengisyaratkan bahwa dia juga mau !
“Kenapa mendadak jadi begini Pak?” tanya wanita berjilbab itu ketika
kami sudah duduk di jok belakang, pada saat tanganku berhasil menyelinap
ke baju tangan panjangnya dan ke balik behanya.
“Gak tau kenapa ya?” sahutku sambil meremas payudaranya yang terasa masih kencang, mungkin karena rajin merawatnya.
“Tapi Pak…uuuuhhhh…..kalau saya jadi horny gimana nih?” wanita itu
terpejam-pejam sambil meremas-remas lututku yang masih berpakaian
lengkap.
“Kita lakukan saja…asal Bu Ivy gak keberatan….” tanganku makin
berani, berhail menyelinap ke balik rok panjangnya, lalu menyelundup ke
balik celana dalamnya. Tanganku sudah menyentuh bulu kemaluannya yang
terasa lebat sekali. Kemudian menyeruak ke bibir kemaluannya…bahkan
mulai menyelinap ke celah vaginanya yang terasa sudah membasah dan
hangat.
“Masa di mobil?” protesnya, “kata orang mobil jangan dipakai gituan, bisa bikin sial…”
“Emang siapa yang mau ngajak begituan di mobil? Ini kan perkenalan aja
dulu….” kataku pada waktu jemariku mulai menyelusup ke dalam liang
kemaluan Bu Ivy yang terasa hangat dan berlendir…
Wanita itu memelukku erat-erat sambil berbisik, “Duh Pak…saya jadi
kepengen nih….kita cari penginapan aja dulu yuk. Bilangin aja sama
orang-orang di sini kalau kita mau datang lagi besok.”
“Iya sayang,” bisikku, “Sekarang ini memiliki dirimu lebih penting daripada ketemuan dengan pemilik tanah itu…”
“Ya sudah dulu dong,” Bu Ivy menarik tanganku yang sedang mempermainkan
kemaluannya, “Nanti kalau saya gak bisa nahan di sini kan berabe. Nanti
aja di penginapan saya kasih semuanya…”
Aku ketawa kecil. Lalu pindah duduk ke belakang setir lagi.
Tak lama kemudian mobilku sudah meluncur di jalan raya. Persetan
dengan pemilik tanah itu. Sekarang ini yang terpenting adalah tubuh Bu
Ivy, yang jelas sudah siap diapakan saja.
Dengan mudah kudapatkan hotel kecil di luar kota, sesuai dengan
keinginan Bu Ivy, karena kalau di dalam kota takut kepergok oleh
orang-orang yang kami kenal. Soalnya aku punya istri, Bu Ivy pun punya
suami.
Hotel itu cuma hotel sederhana. Tapi lumayan, kamar mandinya pakai
shower air panas. Tidak pakai AC, karena udaranya cukup dingin, rasanya
tak perlu pakai AC di sini. Yang penting adalah wanita berjilbab
itu…yang kini sedang berada di dalam kamar mandi, mungkin sedang
cuci-cuci dulu…sementara aku sudah tak sabaran menunggunya.
Ketika ia muncul di ambang pintu kamar mandi, aku terpana dibuatnya.
Rambutnya yang tak ditutupi apa-apa lagi, tampak tergerai lepas….panjang
lebat dan ikal. Jujur…ia tampak jauh lebih seksi, apalagi kalau
mengingat bahwa ia 5 tahun lebih muda adaripada istriku. Rok bawahnya
tidak dikenakan lagi, sehingga pahanya yang putih mulus itu tampak jelas
di mataku.
Aku bangkit menyambutnya dengan pelukan hangat, “Bu Ivy kalau gak
pake jilbab malah tampak lebih cantik….muuuahhhhh…” kataku diakhiri
dengan kecupan hangat di pipinya.
Ia memegang pergelangan tanganku sambil tersenyum manis. Dan kuraih pinggangnya, sampai berada di atas tempat tidur yang lumayan besar.
Ia memegang pergelangan tanganku sambil tersenyum manis. Dan kuraih pinggangnya, sampai berada di atas tempat tidur yang lumayan besar.
Lalu kami bergumul mesra di atas tempat tidur itu. Bu Ivy tidak
pasif. Berkali-kali dia memagut bibirku. Aku pun dengan tak sabar
menyingkapkan baju lengan panjangnya. Dan…ah…rupanya tak ada apa-apa
lagi di balik baju lengan panjang itu selain tubuh Bu Ivy yang begitu
mulus. Payudaranya tidak sebesar payudara istriku. Tapi tampak indah di
mataku. Tak ubahnya payudara seorang gadis belasan tahun. Dan ketika
pandanganku melayang ke bawah perutnya…tampak sebentuk kemaluan wanita
yang berambut tebal, sangat lebat….
Aku pun mulai beraksi. Mencelucupi lehernya yang hangat, sementara
tanganku mulai mengelus jembut (bulu kemaluan) yang lebat keriting itu.
Bu Ivy pun tidak tinggal diam, mulai melepaskan kancing kemejaku satu
persatu, lalu menanggalkan kemejaku. Untuk mempermudah, aku pun
menanggalkan celana panjang dan celana dalamku. Sehingga batang
kemaluanku yang sudah tegak kencang ini tak tertutup apa-apa lagi.
Bu Ivy melotot waktu melihat batang kemaluanku yang sudah tak
tertutup apa-apa lagi ini.
“Iiiih…punya Bapak kok panjang gede
gitu….mmm….si ibu pasti selalu puas ya …” desisnya.
“Emang punya suami Bu Ivy seperti apa?” tanyaku.
“Jauh lebih pendek dan kecil,” bisik Bu Ivy sambil merangkulku dengan ketat, seperti gemas.
Kembali kuciumi lehernya yang mulai keringatan, lalu
turun…mencelucupi puting payudaranya. Kusedot-sedot seperti anak kecil
sedang menetek, sambil mengelus-eluskan ujung lidahku di putting
payudara yang terasa makin mengeras ini. Sementara tanganku tak hanya
diam. Jemariku mulai mengelus bibir kemaluan wanita itu, bahkan mulai
memasukkan jari tengahku ke dalam liang kemaluannya.
Bu Ivy sendiri tak cuma berdiam diri. Tangannya mulai menggenggam
batang kemaluanku. Meremasnya dengan lembut. Mengelus-elus puncak
penisku, sehingga aku makin bernapsu. Tapi aku sengaja ingin melakukan
pemanasan selama mungkin, supaya meninggalkan kesan yang indah di
kemudian hari.
Maka setelah puas menyelomoti puting payudara wanita itu, bibirku
turun ke arah perutnya. Menjilati pusarnya sesaat. Lalu turun ke bawah
perutnya.
“Pa jangan ke situ ah…malu…” Bu Ivy berusaha menarik kepalaku agar
naik lagi ke atas. Tapi aku bahkan mulai menciumi kemaluanya yang
berbulu lebat itu. Lalu jemariku menyibakkan bulu kemaluan wanita itu,
mengangakan bibirnya dan mulai menjilatinya dengan gerakan dari bawah ke
atas….
“Aduh Pak…ini diapain? Aaah…kok enak sekali Pak…..” Bu Ivy mulai
menceracau tak menentu. Lebih-lebih ketika aku mulai mengarahkan
jilatanku di clitorisnya, terkadang menghisap-hisapnya sambil
menggerak-gerakkan ujung lidahku.
“Oooh Pak…oooh….Pak….iiiih….saya udah mau keluar nih….duuuhhhhhh”
celotehnya membuatku buru-buru mengarahkan batang kemaluanku ke belahan
memeknya yang sudah basah. Dan kudesakkan sekaligus….blessss…..agak
mudah membenam ke dalam liang surgawi yang sudah banyak lendirnya itu.
“Aduuuduuuhhhh…sudah masuk Paaakk…..oooohhhh….” Bu Ivy menyambutku
dengan pelukan erat, bahkan sambil menciumi bibirku sambil
menggerak-gerakkan pantatnya, “Sa…saya gak bisa nahan lagi…langsung mau
keluar Paaak…tadi sih terlalu dienakin…oooh…”
Lalu terasa tubuh wanita itu mengejang dan mengelojot seperti
sekarat. Rupanya dia tak bisa menahan lagi. Dia sudah orgasme….terasa
liang kemaluannya berkedut-kedut, lalu jadi becek.
“Barusan kan baru orgasme pertama,”bisikku yang mulai gencar mengayun
batang kemaluanku, maju mundur di dalam celah kemaluan Bu Ivy.
Beberapa saat kemudian wanita itu merem melek lagi, bahkan makin
gencar menggoyang-goyang pinggulnya, sehingga batang kemaluanku serasa
dibesot-besot oleh liang surgawi Bu Ivy. Aku tahu goyangan pantatnya itu
bukan sekadar ingin memberikan kepuasan untukku, tapi juga mencari
kepuasan untuknya sendiri. Karena pergesekan penisku dengan liang
kemaluannya jadi makin keras, kelentitnya pun berkali-kali terkena
gesekan penisku.
“Adduuuh, duuuh….Pak…kok enak sekali sih Pak…..aaah…saya bisa ketagihan nanti Pak…..” celotehnya dengan napas tersengal-sengal.
“Aku juga bisa ketagihan,” sahutku setengah berbisik di telinganya,
sambil merasakan enaknya gesekan dinding liang kemaluannya, “memekmu
enak sekali, sayang…..duuuuh….benar-benar enak sekaliii….”
Aku memang tidak berlebihan. Entah kenapa, rasanya persetubuhanku
kali ini terasa fantastis sekali. Mungkin ini yang disebut SII
(Selingkuh Itu Indah). Padahal posisi kami cuma posisi klasik. Goyangan
pantat Bu Ivy juga konvensional saja. Tapi enaknya luar biasa. Dalam
tempo singkat saja keringatku mulai bercucuran.
Bu Ivy pun tampak sangat menikmati enjotan batang kemaluanku.
Sepasang kakinya diangkat dan
ditekuk, lalu melingkari pinggangku,
sementara rengekan-rengekannya tiada henti terlontar dari mulutnya,
“Ooooh….oooh…hhhh….aaaaahhhhh…oooh…aaaaah….aduuuh Paaak….enak
Pak….duuuuh….mmmmhhhhh saya mau keluar lagi nih Paaak….” “Kita barengin
keluarnya yok….” bisikku sambil mempergencar enjotan batang kemaluanku,
maju mundur di dalam liang kewanitaan Bu Ivy.
“I…iya Pak….bi…bi…biar nikmat…..” sahutnya sambil mempergencar pula
ayunan pinggulnya, meliuk-liuk cepat dan membuat batang kemaluanku
seperti dipelintir oleh dinding liang kemaluan wanita yang licin dan
hangat itu.
Sampai pada suatu saat…kuremas-remas buah dada wanita itu, mataku
terpejam, napasku tertahan…batang kemaluanku membenam
sedalam-dalamnya….lalu kami seperti orang-orang kesurupan….sama-sama
berkelojotan di puncak kenikmatan yang tiada taranya …..
Air maniku terasa menyemprot-nyemprot di dalam liang memek Bu Ivy.
Liang yang terasa berkedut-kedut….lalu kami sama-sama terkapar, dengan
keringat bercucuran.
“Ini yang pertama kalinya saya digauli oleh lelaki yang bukan suami
saya…” kata Bu Ivy sambil membiarkan batang kemaluanku tetap menancap di
dalam memeknya.
Kujawab dengan ciuman hangat di bibirnya yang sensual, “Sama…saya
juga baru sekali ini merasakan bersetubuh dengan wanita yang bukan istri
saya. Terimakasih sayang….mulai saat ini Bu Ivy jadi istri rahasiaku…”
“Dan Bapak jadi suami kedua saya….iiih…kenapa tadi kok enak sekali ya Pak?”
“Mungkin kalau dengan pasangan kita sendiri sudah terlalu biasa, nggak
ada yang aneh lagi. Tapi barusan dilepas di dalam…nggak apa-apa ?”
“Nggak apa-apa,” sahutnya dengan senyum manis, mata bundar beningnya pun
bergoyang-goyang manja, “Saya kan ikut KB sejak kelahiran anak kedua…”
“Asyik dong, jadi aman….”
“Saya pasti ketagihan Pak….soalnya punya Bapak panjang gede gitu…..”
Kata-kata Bu Ivy itu membuat napsuku bangkit lagi. Dan batang
kemaluanku yang masih terbenam di dalam memeknya, terasa mengeras lagi.
Maka kucoba menggerak-gerakkannya…ternyata memang bisa dipakai
“bertempur” lagi.
Batang kemaluanku sudah mondar mandir lagi di dalam liang vagina Bu
Ivy yang masih banyak lendirnya tapi tidak terlalu becek, bahkan lebih
mengasyikkan karena aku bisa mengentot dengan gerakan yang sangat
leluasa tanpa kehilangan nikmatnya sedikit pun. Bahkan ketika aku
menggulingkan diri ke bawah, dengan aktifnya Bu Ivy action dari atas
tubuhku. Setengah duduk ia menaik turunkan pinggulnya, sehingga aku
cukup berdiam diri, hanya sesekali menggerakkan batang kemaluanku ke
atas, supaya bisa masuk sedalam-dalamnya.
Posisi di bawah ini membuatku leluasa meremas-remas payudara Bu Ivy
yang bergelantungan di atas wajahku. Terkadang kuremas-remas juga
pantatnya yang lumayan besar dan padat.
Tapi mungkin posisi ini terlalu enak buat Bu Ivy, karena moncong
penisku menyundul-nyundul dasar liang vaginanya. Dan itu membuatnya
cepat orgasme. Hanya beberapa menit ia bisa bertahan dengan posisi ini.
Tak lama kemudian ia memeluk leherku kuat-kuat, seperti hendak
meremukkannya. Lalu terdengar erangan nikmatnya, “Aaaahhhh….saya keluar
lagi Paaaak…..”
Kemudian ia ambruk di dalam dekapanku.
Tapi aku seolah tak peduli bahwa Bu Ivy sudah orgasme lagi. Butuh
beberapa saat untuk memulihkan vitalitasnya kembali. Tak perlu
vitalitas. Yang jelas batang kemaluanku sedang enak-enaknya mengenjot
memek teman bisnisku ini. Lalu aku menggulingkan badannya sambil kupeluk
erat-erat, tanpa mencabut batang kemaluanku dari dalam memeknya yang
sudah orgasme kesekian kalinya.
Bu Ivy memejamkan matanya waktu aku mulai mengentotnya lagi dengan
posisi klasik, dia di bawah aku di atas. Tapi beberapa saat kemudian ia
mulai aktif lagi. Mendekapku erat-erat sambil menggoyang-goyangkan
pinggulnya dengan gerakan meliuk-liuk …..
Aku pun makin ganas mengentotnya. Tapi ia tak mau kalah ganas.
Gerakan pantatnya makin lama makin dominan. Membuatku berdengus-dengus
dalam kenikmatan yang luar biasa.
“Oooh…enak banget Paaak….sa…saya mau keluar lagi ….kita barengin lagi Pak…ta…tadi juga enak sekali….” celotehnya setelah batang kemaluanku cukup lama mengentot liang memeknya.
“Oooh…enak banget Paaak….sa…saya mau keluar lagi ….kita barengin lagi Pak…ta…tadi juga enak sekali….” celotehnya setelah batang kemaluanku cukup lama mengentot liang memeknya.
Aku setuju. Kuenjot batang kemaluanku dengan kecepatan tinggi,
maju-mundur, maju-mundur….sampai akhirnya kami sama-sama berkelojotan
lagi Saling cengkram, saling lumat….seolah ingin saling meremukkan….dan
akhirnya air maniku menyemprot-nyemprot lagi di puncak kenikmatanku,
diikuti dengan rintihan lirih Bu Ivy yang sedang mencapai orgasme pula.
“Kita kok bisa tiba-tiba begini ya?” cetus bu Ivy waktu sudah mengenakan pakaiannya lagi.
“Iya…dari rumah aja gak ada renana….tapi tadi mendadak ada
keinginan…untunglah Bu Ivvy gak menolak…terimakasih ya sayang,” sahutku
dengan genggaman erat di pergelangan tangannya, kemudian kukecup mesra
bibirnya yang tipis mungil itu.
Wanita itu tersenyum. Memeluk pinggangku sambil berkata perlahan, “Kita
harus berterimakasih pada pemilik tanah itu, ya Pak. Gara-gara dia gak
ada di tempat, kita jadi ada acara mendadak begini.”
Aku mengangguk dengan senyum. Sementara hatiku berkata, “Gara-gara
sopirku gak masuk pula, aku jadi punya kisah seperti ini. Kalau ada dia,
aku tentu takkan sebebas ini.”
Sore itu kami pulang ke rumah masing-masing, dengan perasaan baru.
Bahkan malamnya, ketika istriku sudah tertidur pulas, aku masih sempat
smsan dengan bu Ivy. Salah satu smsnya berbunyi:
“Puas banget…punya saya
sampe terasa seperti jebol….punya bapak kegedean sih…kapan kita
ketemuan lagi?”
Kujawab singkat, “Kapan pun aku siap..”