Aku baru saja selesai mandi saat HP-ku berdering. Dari nada deringnya
dapat kuketahui kalau dering itu dari nomor telepon salah seorang
klienku. Dengan dalam keadaan masih telanjang bulat aku bergegas keluar
dari kamar mandi, yang langsung tembus ke kamarku, kamar mandiku memang
terletak di dalam kamar.
Sambil mengeringkan badanku dengan handuk, aku menerima telepon dari rumah Pak Budi, seorang klienku.
“Hallo..! Selamat sore”, sapaku setelah menekan tombol.
“Hallo..! Sore Dok..!” balas suara anak kecil di seberang sana. Aku
segera bisa mengenali suara di seberang sana, ini adalah suara Andi
putra semata wayang Pak Budi.
“Hai..! Andi ya? Ada apa Ndi?” tanyaku.
“Dok! Carla baru saja melahirkan, cepet dong ke rumah”, pinta Andi
kekanak-kanakan. Andi memang baru berusia 6 tahun, dan Carla yang
dimaksud adalah nama anjingnya yang berjenis mini pincher, bentuknya
seperti anjing doberman namun kecil sekali oleh karena itu disebut mini
pincher.
“Lahir berapa anaknya Ndi?” tanyaku lagi.
“Ndak tau Dok! Papa yang tungguin sekarang, dokter ke sini dong!” cerocos Andi lagi.
“Baiklah aku langsung ke sana sekarang, tunggu aja ya” sahutku.
“Terima kasih Dok! Daah..!” sambung Andi sambil menutup telepon tanpa menunggu jawaban dariku lagi.
Selesai berbicara dengan Andi melalui telepon, aku pun segera
mengenakan pakaian. Aku memakai hem longgar kotak-kotak warna merah
maroon yang serasi warnanya dengan rok miniku yang juga berwarna merah
maroon. Selesai berpakaian aku bergegas menuju ke rumah Pak Budi di
kawasan elite Margorejo Indah.
Sesampai di rumah Pak Budi ternyata Andi sudah menungguku di halaman
rumahnya bersama seorang baby sitter. Satpam langsung membuka pintu
pagar mempersilakanku untuk langsung masuk. Rumah Pak budi memang cukup
besar seperti rumah-rumah lainnya di sekitar perumahan Margorejo Indah,
halamannya juga luas. Kuparkir mobilku di depan garasi di samping mobil
mewah milik Pak Budi, kontras sekali dengan mobilku yang butut keluaran
tahun 90-an.
Begitu turun dari mobil, Andi langsung menggandeng tanganku
mengajakku masuk. Kami masuk lewat garasi yang langsung tembus ke dapur
yang letaknya bersebelahan dengan ruang makan. Di samping ruang makan
ada pintu menuju halaman belakang. Di salah satu pojok dekat kamar
pembantu, di situlah rupanya tempat yang telah disediakan untuk Carla
melakukan proses kelahiran. Pak Budi tampak sedang berjongkok di dekat
box tempat Carla melahirkan.
“Sore Pak Budi” sapaku.
“Ee.. Lia..! Sore.., aduh maaf sudah bikin repot”, sambut Pak Budi ramah.
“Ini si Andi yang bingung terus sejak tadi” tambah Pak Budi.
“Sudah lahir berapa ekor Pak?” tanyaku pada Pak Budi.
“Sudah dua ekor dan keduanya betina, sepertinya masih ada lagi di dalam” jelas Pak Budi padaku.
“Ayo gantian, sekarang ahlinya sudah datang dan aku akan mandi dulu” Imbuh Pak Budi sambil mempersilakanku menempati posisinya.
Aku mendekat ke box tempat Carla melahirkan bayi-bayinya yang mungil,
sementara itu Pak Budi naik ke lantai dua rumahnya, mungkin
bersiap-siap untuk mandi. Aku ditemani Andi tetap menunggui Carla yang
tampaknya sudah mulai gelisah lagi, pertanda anaknya yang ketiga akan
lahir.
Saking asyiknya aku menunggui bayi ketiga Carla lahir, rupanya aku
tidak sadar bahwa posisiku sedang berjongkok saat itu hingga otomatis
pahaku bagian belakang terbuka lebar karena rok miniku bawahannya memang
sangat lebar. Memang rok seperti ini biasanya dipakai oleh para
cheerleader hingga dengan sendirinya kalau dilihat dari depan arahku
berjongkok, semua isi dalam rok miniku dapat terlihat dengan jelas oleh
Andi yang duduk di lantai tepat di hadapanku.
Rupa-rupanya si kecil ini sejak tadi telah tertegun memandang isi rok
miniku. Aku memang memakai CD, namun CD-ku sangat mini, terbuat dari
renda yang ukurannya hanya selebar jari melingkar di pinggangku,
selebihnya juga berupa renda yang ukurannya sama tersambung dari
belakang pinggangku, turun ke bawah melalui lipatan pantat melingkari
selangkanganku. Hanya bagian depannya saja ada penutup yang ukurannya
tak lebih dari seukuran dua jari berbentuk hati menutupi bagian depan
liang vaginaku, sehingga CD warna merah yang kukenakan ini tidak mampu
menutupi bulu kemaluanku yang menyeruak keluar dari celah-celah
lipatannya. Rupanya bulu-bulu kemaluanku inilah yang menarik perhatian
Andi.
“Dok! Itu kok ada rambutnya?” tanya Andi keheranan sambil menuding ke arah pangkal pahaku.
Aku cukup terkejut dan langsung mengubah posisiku. Kini aku berlutut
di depan box. Aku tidak dapat menjawab pertanyaan Andi, untung saja
bersamaan dengan itu dari arah belakang saat kutengok ternyata Pak Budi
datang menghampiri kami. Pak Budi rupanya sudah selesai mandi. Saat ini
dia memakai celana pendek longgar dan T Shirt. Namun tiba-tiba Andi
berkata pada ayahnya..
“Pa! Bu dokter sininya ada rambutnya” lapor Andi pada Pak Budi sambil
menunjuk ke arah selangkangannya sendiri. Mukaku langsung memerah
karena jengah, untung saja Pak Andi cukup bijak dan langsung menegur
Andi.
“Hush, tidak boleh ngomong begitu”. Andi rupanya masih belum mengerti
mengapa papanya melarangnya bertanya. Tak lama kemudian Bu Lusi istri
Pak Budi muncul dan menyapaku..
“Hey Nat! Sudah lama?” sapa Bu Lusi, Bu Lusi memang biasa menyapaku
“Nat”, kalau Pak Budi lebih suka menyapaku “Lia”, tidak masalah bagiku.
“Ooh..! Selamat sore Bu!” sahutku pada sapaan Bu Lusi.
“Eeh..! Nat! Kamu di sini dulu ya, nanti makan di sini sekalian saja,
kita makan malam sama-sama, aku sekarang mau ngantar Andi ke ulang
tahun temannya sebentar, kita tidak akan lama kok, paling cuma kasih
kado sebentar terus langsung pulang” demikian jelas Bu Lusi padaku,
rupanya Bu Lusi akan pergi mengantar Andi yang memang sejak tadi tampak
sudah selesai mandi.
Akhirnya Bu Lusi pergi mengajak Andi yang didampingi baby sitternya.
Tinggallah aku di rumah besar itu bersama Pak Budi dan beberapa
pembantunya, namun saat ini pembantu Pak Andi sedang sibuk di halaman
rumah depan, ada yang menyapu halaman, ada yang menyiram taman dan yang
satu lagi sedang membersihkan ruang tamu. Ini kuketahui saat aku datang
tadi.
Kini tinggallah aku berdua dengan Pak Budi di teras halaman belakang
yang cukup luas, untung Pak Budi tidak lama berdiri di dekatku. Pak Budi
duduk di sofa teras belakang, yang letaknya di belakangku,jadi aku
memunggunginya tapi jaraknya agak jauh, karena posisinya yang menghadap
ke arahku maka saat aku sedikit membungkuk sewaktu membantu proses
kelahiran Carla, tanpa kusadari bagian belakang rok miniku sedikit
terangkat.
Karena rok yang kukenakan mini sekali maka begitu terangkat sedikit
bentuk pantatku dapat terlihat dengan jelas oleh Pak Budi yang duduknya
memang agak jauh dariku, namun posisi ini justru lebih menguntungkan
baginya. Dengan jelas sekali Pak Budi memperhatikan lekuk belahan pantat
dan pahaku bagian atas yang mulus itu. Pemandangan ini rupanya cukup
membuat Pak Budi horny hingga dia sudah tidak tahan lagi, kemudian
berdiri dan berjalan mendekatiku.
“Lia..! Tadi yang dimaksud Andi rambut apa toh?” Tanya Pak Budi pura-pura ingin tahu. Aku sedikit terkejut dengan pertanyaannya.
“Aaah..! Pak Budi ini kok ikutan tanya yang bukan-bukan?” sahutku tersipu malu.
Pak Budi ikut berjongkok di sampingku, tidak lama kemudian kedua
tangannya meraih lenganku dan mengangkatku berdiri, kami pun berdiri
berhadap-hadapan. Seketika itu juga Pak Budi langsung menciumku. Aku
berusaha mengelak, namun Pak Budi lebih agresif memeluk sambil melumat
bibirku.
Usia Pak Budi sekitar 35 tahun, wajahnya lumayan ganteng, badannya
tegap dan gagah. Lumatannya membuatku horny, terlebih saat tangannya
mulai menyusup ke dalam rok miniku, tangannya mengelus bagian depan
pahaku hingga membuatku terangsang dan sedikit tak berdaya.
Akhirnya aku pun mulai berani membalas lumatan bibirnya. Kami
berpagutan sambil berdiri, sementara tangan Pak Budi menyusup semakin ke
atas pahaku, kurasakan jari-jari tangannya mulai menyentuh ujung CD-ku.
Aku merasakan sebuah rangsangan yang cukup dahsyat, terlebih saat
jari-jari tangan Pak Budi mulai menjelajah di selangkanganku. Vaginaku
diremas-remas dari luar CD-ku, bibirnya tetap tidak berhenti melumat
bibirku, lidahnya dijulurkan ke dalam mulutku, aku pun membalas dengan
menghisapnya, demikian pula sebaliknya, kujulurkan lidahku ke dalam
mulut Pak Budi dan Pak Budi langsung melumat dan menghisap lidahku.
Merasa tempat kami saat ini kurang aman dan bisa tiba-tiba kepergok
oleh pembantunya, maka Pak Budi membisiki telingaku sambil mengajakku
masuk ke dalam. Pak Budi rupanya juga tahu kalau posisiku saat ini sudah
tidak mungkin lagi menolak, karena aku sudah benar-benar terangsang
olehnya hingga ujung CD-ku juga sudah lembab oleh elusan jari-jarinya.
Maka aku pun mengikuti
Pak Budi dari belakang saat ia masuk menuju ruang
keluarga dan kami menyelinap ke sebuah kamar tidur yang biasa mereka
pakai kalau ada tamu atau kerabat yang datang menginap.
Setelah menutup dan mengunci pintu dari dalam, Pak Budi langsung
menciumku kembali sambil merebahkan tubuhku ke tempat tidur. Kakiku
masih terjuntai ke bawah sehingga posisiku yang telentang begini membuat
bagian depan rok miniku terangkat sampai pangkal paha.
Tangan Pak Budi langsung mengelus selangkanganku yang tersembul
keluar, jari tangannya segera disusupkan ke dalam CD-ku melalui ujung
lipatannya. Ujung jari Pak Budi langsung dapat menyentuh bibir vaginaku
dengan mudahnya. Dielus dan digesek-gesekkannya bibir vaginaku dengan
jarinya, sementara jari telunjuknya mengorek-ngorek klitorisku.
Tangan kirinya mulai membuka kancing hem-ku satu persatu hingga buah
dadaku langsung terpampang dengan jelas karena aku tidak memakai BH.
Seperti kisahku terdahulu, aku memang sejak kecil tidak suka dan tidak
terbiasa mengenakan BH hingga hingga kini usiaku sudah 28 tahun, aku
tetap tidak pernah memakai BH, jadi tak heranlah kalau aku juga tidak
tahu berapa besar ukuran payudaraku.
Yang jelas payudaraku tidak terlalu besar bentuknya, namun sangat
indah dan berwarna sedikit merah muda agak kecoklatan di puting dan
sekitarnya. Kini payudaraku pun sudah mulai mengeras, dan giliran mulut
Pak Budi turun mengulum kedua payudaraku secara bergantian. Dihisapnya
puting susuku sambil sambil memainkan ujung lidahnya diujung puting susuku.
Tangan kanan Pak Budi mencari dan melepas pengait rok miniku dan
kubiarkan saja bahkan kuangkat sedikit pinggangku agar dia lebih mudah
melepas pengait rok-ku, kemudian ditarik dan dilemparkannya begitu saja
ke lantai. Langsung saja sisa penutup alat vitalku ditariknya ke bawah,
kakiku pun membantu melepas CD yang kukenakan.
Serta merta Pak budi langsung saja membenamkan wajahnya di
selangkanganku sambil tangannya membuka kedua pahaku lebar-lebar.
Posisinya sekarang berjongkok di tepian tempat tidur dan wajahnya berada
tepat di pangkal pahaku, bibirnya mengulum bibir kemaluanku dengan
lembut, lidahnya dijulurkannya di antara lipatan bibir vaginaku.
“Ayo masukin dong Pak!” pintaku pada Pak Budi.
Mungkin karena Pak Budi juga tak ingin ketahuan istrinya yang mungkin
saja tiba-tiba pulang, maka ia pun begegas melepas celananya. Batang
kemaluannya yang tidak terlalu besar, ukurannya biasa saja, langsung
ditancapkannya ke dalam liang vaginaku.
Kami bermain tidak terlalu lama karena takut istrinya tiba-tiba
muncul, namun kami merasakan orgasme secara bersama-sama saat itu.
Sungguh sangat berkesan sekali kejadian itu. Enak juga ML sambil
curi-curi karena takut ketahuan.
0 komentar:
Komentar baru tidak diizinkan.