Aku bekerja di Semarang, ditengah lingkungan orang-orang Chinese yang
kebanyakan perempuan. Aku berumur 35 tahun tetapi belum menikah dan
sudah punya pacar yang jauh tempatnya. Istri bossku itulah yang
merenggut keperjakaanku.
Suaminya affair dengan seorang perempuan marketing dari Jakarta.
Memang aku kalau melihat istri bossku, aku jadi kasihan. Walau sudah
punya 3 anak tapi kulihat akhir-akhir ini makin tambah seksi terutama
kedua buah dadanya yang membesar. Aku tahu dia ikut fitness rutin dan
body building di salah satu sanggar senam. Mungkin untuk mengimbangi WIL
suaminya yang memang sangat seksi dan suaranya kalau telepon, minta
ampun, merdu sekali. Makanya bossku sampai klepek-klepek seperti burung
tak berdaya.
Bossku orang sangat kasar, selalu menang sendiri dan otoriter pada
istrinya. Tidak malu dia memarahi istrinya di depan karyawannya. Tapi
anehnya aku cukup dipercaya. Itu dibuktikan ketika bossku suka cerita
soal keluarganya, anak-anaknya juga. Aku yang paling dipercaya boleh
masuk di rumah, bahkan di ruang pribadinya. Wah, hebat sekali. Kapan aku
punya kamar begini, tempat tidur yang luks dan enak sekali.
Aku bekerja di kantor, di bagian ekspor dan komputer.
Soal komputer aku paling Lihai. Komputer inilah yang membuatku lebih
dekat dan mendekati wanita yang paling cakep dan seksi di kantorku.
Terus terang aku sekarang punya affair dengan manager keuangan, paling
cantik dia di kantorku. Seksi? Bolehlah. Tapi aku sangat ingin menikmati
seks dengan Cik Sasa. Wuah, aku suka membayangkan menggumuli tubuhnya
yang seksi. Apalagi kalau aku melihat dari belakang.
Paling membuatku tidak tahan. Habis, Cik Sasa punya pantat yang
aduhai sangat merangsangku. Apalagi kalau dia memakai celana panjang.
Wuah.. kejantananku ini tegang minta ampun sampai maksimum (15 cm dengan
diameter 3.5 cm). Aku suka membayangkan melakukan senggama dengannya
dari belakang dengan menungging.
Aku juga ingin menikmati seks dengan adik ipar istri bossku, Cik Nina.
Aku terobsesi menikmati tubuhnya yang sangat seksi. Adik ipar bossku ini
lebih seksi segalanya dibandingkan Cik Sasa dan Ima (manager keuangan).
Kalau ke kantor.. wah selalu berpakaian seksi dan ketat. Tubuhnya yang
memang berbodi gitar, buah dadanya besar, ukuran 36 kali. Wah aku ngiler
kalau dia menemuiku dan bicara soal internet dan komputer. Aroma tubuh
dan polah tingkahnya sangat menantangku. Aku juga ingin menikmati tubuh
Cik Nia. Cik Nia karyawan di bagian pemasaran. Aku baru sampai
pegang-pegangan tangan saja dengan Cik Nia. Rambutnya sebahu, aku paling
suka dengan kedua buah dadanya yang besar juga.
Dengan Ima, aku baru sampai pegang paha dan cubit bagian atas buah
dadanya dan dia diam saja atau membalas manja kalau kami naik mobil.
Dengan Cik Sasa, aku baru sampai pada tahap pegang-pegang tangan dan
pinggang ketika aku mengoreksi pakaiannya yang seksi (padahal aku pengen
memegang pinggang dan tubuhnya) tiga minggu lalu. Cik Sasa adalah
peragawati di kantorku. Tapi bak durian runtuh, aku malah bisa menikmati
tubuh istri bossku yang tak pernah kuduga.
Dengan kekasihku sekarang, aku belum pernah melakukan hubungan seks.
Paling bercumbu sampai aku telanjang dan dia tinggal CD-nya saja.
Kuharap ini kekasihku yang terakhir. Terus terang aku ingin menikahinya.
Makanya aku tahan seksku padanya sampai pernikahan nanti.
Dua bulan lalu, kira-kira jam 9 malam, aku ditelepon istri bossku
untuk menemuinya di hotel Santika. Dari suaranya, pasti ada masalah
dengan suaminya. Hampir jam 10 malam aku baru sampai di lobby hotel.
Dari lobby, aku kontak Cik Ling dan menyarankan aku lewat lift dari
basement dan langsung masuk ke kamarnya. Aku turun ke bawah (basement)
dan dari sana aku dengan lift naik ke lantai 6.
Aku memencet bel kamarnya dan dibuka oleh Cik Ling sendiri yang
memakai kaos dengan bukaan rendah dan celana pendek. Wah, aku terkesiap
melihat bukaan dadanya yang makin montok sehingga membuatku berpikir
yang bukan-bukan dengannya. Di kantor, kalau aku menghadapnya (Cik Ling
juga direktur keuangan) aku seolah dibiarkannya melihat belahan dadanya.
Bukannya ditutup (mestinya bisa) dengan blasernya, tapi blaser
diregakkan saja dan dibuka lagi seolah membiarkan kedua belahan dadanya
untuk kunikmati. Belahannya putih agak kecoklatan dengan leher panjang.
Wah.. aku menelan ludahku sendiri.
Aku dipersilahkannya masuk dan duduk.
“Dimana koh Edward(suaminya), Cik..” kataku.
“Ooo suamiku ke Jakarta,” katanya.
“Ada apa sih Cik kok malam-malam begini?” Tanyaku.
Cik Ling mengambil dua minuman coke dan mematikan TV kemudian duduk
di kursi (dia menariknya ke arah tempat tidur) agak mengahadapku. Cik
Ling menerahkan Coke padaku dan aku minum hampir setengahnya. Cik Ling
mulai gelisah dan aku bertanya lagi, “Ada apa Cik?”. Dengan menahan
tangis Cik Ling menceritakan WIL suaminya yang di Jakarta. Cik Ling
memang sudah tahu perselingkungan suaminya itu. Tadi sebelum ke Jakarta,
Cik Ling pesan agar Ko Edward hati-hati. “Kurang apa sih aku ini,”
katanya. “Aku istri baik, memberikan padanya tiga anak.” Cik Ling
menikah sangat muda dengan tiga anak. Anak yang bungsu sudah kelas 1 SD.
“Aku juga ikut senam dan membuat tubuhku tambah seksi,” katanya
melanjutkan sambil menangis. “Sejak suamiku punya WIL, aku dibiarkannya
merana dua tahun terakhir ini,” lanjutnya sambil menangis.
Aku terpaku mendengar itu semua, tidak tahu apa yang harus
kukerjakan. Apalagi ketika dia tambah menangis keras. Kedua tangannya
menutup wajahnya yang tertunduk. Wah, untung ruangannya kedap dan
terkunci. Lalu kutarik kursiku dan duduk lebih dekat dengannya, di
depannya.
“Cik,” kataku memecah kesunyian. “Cik Ling sabar ya? Pasti ini akibat
Puber ke dua,” kataku. Aku memberanikan memegang pundaknya dan
kepalanya. Cik Ling terdiam mendengar perkataanku seolah membenarkan. Ko
Edward usianya 45 tahun, Cik Ling 37 tahun usianya. Jadi kupikir puber
kedua setelah membaca buku psikologi yang pernah kupelajari.
Cik Ling memandangiku sebentar dan kemudian meledak tangisnya dan ya
ampun, dia merebahkan kepalanya di pahaku. Aduh, mati aku. Aku nggak
bisa menahan sesuatu yang bergerak mengeras di balik celanaku. Kuelus
lagi kepalanya dan beberapa nasehat meluncur dari mulutku sementara
pikiranku macam-macam. Apalagi aku bisa melihat belahan pungungnya
(karena pakai kaos rendah). “Kok nggak pakai BH,” batinku. Kuraba kepala
dan pundaknya, kulihat tangisnya mereda walau belum selesai benar.
Karena aku tidak tahan dengan birahi di dadaku, aku telusurkan saja
tanganku ke arah punggungnya yang terbuka bagian atas.
Aku saat itu sudah sangat sengaja melakukannya dengan takut-takut. Oh
my God, Cik Ling diam saja ketika aku melakukannya. Kuelus leher
belakang, kepala belakangnya dan kuberanikan mengangkat kepalanya dengan
memegang kedua pipi dan telinganya dari samping. “Cik Ling,” kataku
sambil mata kami berpandangan. Kuambil sapu tanganku dan kuusap air mata
di wajahnya. “Bibirnya bagus sekali,” pikirku. Ini kali pertama aku
melihatnya sedekat ini, apalagi dia adalah direktur keuanganku. Kami
berpandangan dan ya ampun, dia memejamkan matanya dan membuka sedikit
mulutnya. Aku ingat kekasihku kalau kami mau bercumbu, dia pejamkan
matanya dan bibirnya dibuka sedikit.
Kasihan Cik Ling, aku pikir pastilah suaminya sudah lama sekali tidak
menjamahnya, menyetubuhinya. Karena kesempatan itu datang, kuraih saja
bibir Cik Ling. Kukecup beberapa kali sebelum akhirnya aku mengulum
bibirnya dan Cik Ling membalasnya. Oh God, aku dapat durian runtuh malam
ini. Pikiranku sudah dipenuhi dengan birahi dan ingin menikmati tubuh
Cik Ling di Hotel Santika malam ini. Ahh, lembut sekali bibirnya, kami
menikmatinya dan lidahnya, lidahku menari-nari. Kutelusuri lehernya yang
panjang dengan mulutku sementara tanganku memegangi tangannya,
meremasnya.
Cik Ling memandangiku sebentar dan kemudian meledak tangisnya dan ya
ampun, dia merebahkan kepalanya di pahaku. Aduh, mati aku. Aku nggak
bisa menahan sesuatu yang bergerak mengeras di balik celanaku. Kuelus
lagi kepalanya dan beberapa nasehat meluncur dari mulutku sementara
pikiranku macam-macam. Apalagi aku bisa melihat belahan pungungnya
(karena pakai kaos rendah). “Kok nggak pakai BH,” batinku. Kuraba kepala
dan pundaknya, kulihat tangisnya mereda walau belum selesai benar.
Karena aku tidak tahan dengan birahi di dadaku, aku telusurkan saja
tanganku ke arah punggungnya yang terbuka bagian atas.
Aku saat itu sudah sangat sengaja melakukannya dengan takut-takut. Oh
my God, Cik Ling diam saja ketika aku melakukannya. Kuelus leher
belakang, kepala belakangnya dan kuberanikan mengangkat kepalanya dengan
memegang kedua pipi dan telinganya dari samping. “Cik Ling,” kataku
sambil mata kami berpandangan. Kuambil sapu tanganku dan kuusap air mata
di wajahnya. “Bibirnya bagus sekali,” pikirku. Ini kali pertama aku
melihatnya sedekat ini, apalagi dia adalah direktur keuanganku. Kami
berpandangan dan ya ampun, dia memejamkan matanya dan membuka sedikit
mulutnya. Aku ingat kekasihku kalau kami mau bercumbu, dia pejamkan
matanya dan bibirnya dibuka sedikit.
Kasihan Cik Ling, aku pikir pastilah suaminya sudah lama sekali tidak
menjamahnya, menyetubuhinya. Karena kesempatan itu datang, kuraih saja
bibir Cik Ling. Kukecup beberapa kali sebelum akhirnya aku mengulum
bibirnya dan Cik Ling membalasnya. Oh God, aku dapat durian runtuh malam
ini. Pikiranku sudah dipenuhi dengan birahi dan ingin menikmati tubuh
Cik Ling di Hotel Santika malam ini. Ahh, lembut sekali bibirnya, kami
menikmatinya dan lidahnya, lidahku menari-nari. Kutelusuri lehernya yang
panjang dengan mulutku sementara tanganku memegangi tangannya,
meremasnya.
Cik Ling memandangiku sebentar dan kemudian meledak tangisnya dan ya
ampun, dia merebahkan kepalanya di pahaku. Aduh, mati aku. Aku nggak
bisa menahan sesuatu yang bergerak mengeras di balik celanaku. Kuelus
lagi kepalanya dan beberapa nasehat meluncur dari mulutku sementara
pikiranku macam-macam. Apalagi aku bisa melihat belahan pungungnya
(karena pakai kaos rendah). “Kok nggak pakai BH,” batinku. Kuraba kepala
dan pundaknya, kulihat tangisnya mereda walau belum selesai benar.
Karena aku tidak tahan dengan birahi di dadaku, aku telusurkan saja
tanganku ke arah punggungnya yang terbuka bagian atas.
Aku saat itu sudah sangat sengaja melakukannya dengan takut-takut. Oh
my God, Cik Ling diam saja ketika aku melakukannya. Kuelus leher
belakang, kepala belakangnya dan kuberanikan mengangkat kepalanya dengan
memegang kedua pipi dan telinganya dari samping. “Cik Ling,” kataku
sambil mata kami berpandangan. Kuambil sapu tanganku dan kuusap air mata
di wajahnya. “Bibirnya bagus sekali,” pikirku. Ini kali pertama aku
melihatnya sedekat ini, apalagi dia adalah direktur keuanganku. Kami
berpandangan dan ya ampun, dia memejamkan matanya dan membuka sedikit
mulutnya. Aku ingat kekasihku kalau kami mau bercumbu, dia pejamkan
matanya dan bibirnya dibuka sedikit.
Kasihan Cik Ling, aku pikir pastilah suaminya sudah lama sekali tidak
menjamahnya, menyetubuhinya. Karena kesempatan itu datang, kuraih saja
bibir Cik Ling. Kukecup beberapa kali sebelum akhirnya aku mengulum
bibirnya dan Cik Ling membalasnya. Oh God, aku dapat durian runtuh malam
ini. Pikiranku sudah dipenuhi dengan birahi dan ingin menikmati tubuh
Cik Ling di Hotel Santika malam ini. Ahh, lembut sekali bibirnya, kami
menikmatinya dan lidahnya, lidahku menari-nari. Kutelusuri lehernya yang
panjang dengan mulutku sementara tanganku memegangi tangannya,
meremasnya.
Ahh, Cik Ling kegirangan menyambut cumbuanku. Dia pasrah. Apalagi ketika
tanganku mulai merambati pinggang dan menggapai kedua bukitnya, kuelus
dari luar kaosnya yang tanpa BH itu. Aku menikmati sementara mulutku
menelusuri lehernya dan turun lagi memutari dada atasnya. Cik Ling
mendesah-desah dan mendesis kegirangan. Lalu kami berdekapan, kutuntun
Cik Ling ke arah tombol musik yang tersedia dan kuraih chanel yang
tersdia di hotel. Kami berdekapan lama sambil berdiri mengikuti irama
musik instrument.
“Aku milikmu Jo, malam ini.” kata Cik Ling memecah kesunyian. Aku
dipanggilnya dengan Jo, seperti yang biasa dia lakukan di kantor. Dia
berkata begitu sambil tangannya melepas celanaku, bajuku dan semua yang
melekat padaku. Aku telanjang di depannya. Didekapnya aku, diraba dan
elusnya batang kejantananku yang sudah mengejang keras. Jantungku serasa
lepas. Lalu kami bercumbuan lagi. Aku membalikkan tubuhnya dan kucumbui
Cik Ling dari belakang. Mulutku menelusuri lehernya, punggungnya,
pipinya, telinganya dan dilingkarkannya tangan Cik Ling di kepalaku,
kulumat bibirnya.
Tanganku meremas kedua bukitnya dengan lembut dan membuat gumpalan
itu makin mengeras. Cik Ling menggeliatkan tubuhnya, melengkung ke
depan. Ahh, pemandangan yang indah kulihat. Kulepas kaos merahnya dan
betapa indahnya kulihat buah dada Cik Ling, masih kencang dan cukup
besar, puntingnya berwarna coklat sangat ranum dan membuatku lebih
terangsang untuk memetik kedua buah dadanya yang siap panen dan
kunikmati dengan mulutku.
Kubiarkan Cik Ling menikmati sensasi-sensasi yang kustimulasikan pada
tubuhnya. Cik Ling membiarkan aku meremasi lembut kedua buah dadanya.
Kulihat Cik Ling memejam dan menggeliat-geliat melengkung ke depan. Aku
ingin menelanjanginya. Kuraih celana pendeknya dan kulorotkan ke bawah,
Cik Ling melepas sendiri. Aku sekarang melihat gundukan pink di balik
celana dalamnya. Kuraba gundukan itu dan Cik Ling bertambah menikmati
dengan desah dan geliatnya. Kustimulasi dengan kedua tanganku sesaat dan
akhirnya tanganku kumasukkan ke celana dalamnya, kulepaskan dan
sekarang aku benar-benar melihat Cik Ling telanjang di dekapanku.
“Basah Cik,” kataku.
“Basah Cik,” kataku.
“Iya, aku sudah nggak tahan Jo. Aku sangat menikmati cumbuanmu sampai
sekarang, dan aku ingin kau membuatku terpuaskan Jo. Ayo lakukanlah..”
Pinta Cik Ling dengan manja padaku.
“Tapi Cik.. aku..” aku ingin katakan bahwa aku belum pernah melakukannya pada wanita.
“Tapi Cik.. aku..” aku ingin katakan bahwa aku belum pernah melakukannya pada wanita.
Gelora birahi di dadaku memuncak dan batang kejantananku sudah tidak
tertahankan lagi. Cik Ling kupeluk erat dan membiarkan kepalanya
bersandar di dada kiriku. Ahh, manja sekali Cik Ling ini, pikirku.
Kukecup pipinya, dahinya. Kukecup telinganya dan Cik Ling sangat
menikmati sensasi gelora seks yang kulakukan padanya. Kubalikkan
tubuhnya lagi dan Cik Ling berhadapan denganku. Aku mencumbuinya lagi.
Dibiarkannya mulutku menelurusi leher dan dadanya. Aku hampir tidak
tahan menahan geliat tubuhnya. Apalagi ketika aku sampai di dadanya.
Ahh, aku sangat menikmati kedua buah dadanya. Kuputar lembut dan membuat
Cik Ling membusungkan dadanya sehingga aku semakin leluasa. Lenguhan,
desahan dan geliatnya makin membuat birahiku meledak-ledak. Kupaguti
bergantian kedua buah dadanya. Kukulum kedua puntingnya bergantian dan
membuat tubuh Cik Ling makin menggeliat dan akhirnya aku tidak kuat lagi
menahan tubuhnya, kubiarkan terjatuh di tempat tidur.
Kubiarkan Cik Ling makin ke tengah tempat tidur, aku memandangi
tubuhnya yang indah. Cik Ling membuat gerakan-gerakan yang menandakan
letupan birahinya sehingga membuatku sangat terangsang. Apalagi ketika
dibukanya kedua kakinya dengan diangkat pahanya. Betapa menggairahkan.
Kulihat gundukan hitam di puncak selangkangannya. Malam ini, pastilah
akan menjadi malam pertamaku menyetubuhi wanita dan Cik Ling lah yang
akan membuatku tidak perjaka lagi. Ini tekadku malam ini. Aku ingin
memberinya kesan dan sensasi yang mendalam tentang diriku.
Kudekati tubuh Cik Ling dari samping. Tangannya menarikku. Kucumbui
Cik Ling lagi. Aku mencumbuinya dari atas ke bawah dengan tubuhku
merambat di atasnya. Kunikmati kedua bukitnya dengan leluasa dan
tanganku menggapai kedua kakinya menelusuri liang senggamanya, membuat
Cik Ling menggeliat mendesah lagi. Kutelusuri perutnya akhirnya aku
sampai di liang senggamanya. “Oh, wangi sekali,” pikirku. Tapi belum
sempat aku bertindak lebih lanjut, diraihnya batang kejantananku dan
dikulumnya. Aku mendesis kenikmatan. Disedotnya batang kejantananku
hingga masuk penuh di mulutnya. Ohh, ini pertama kali mulut wanita
mengulum batang kejantananku. Betapa nikmatnya sampai aku hanya bisa
berkata “Ooohh Cik.. ahh..” dan pinggulku tergoyang-goyang mengikuti
sensasi yang Cik Ling berikan melalui batang kejantananku.
“Oooh Cik, saya nggak kuat, mau keluar Cik,” kataku.
Tapi tak ada sahutan. Yang ada hanya hisapan dan kuluman yang makin
membuat batang kejantananku mengeras. Aku mencoba menahan diri dengan
menikmati liang senggamanya dengan mulutku. Akhirnya aku tidak tahan dan
kumuntahkan sperma hangatku penuh di dalam mulut Cik Ling. Aku
terdiam.. inikah namanya orgasme? Kulihat Cik Ling sangat menikmati
dengan apa yang baru saja terjadi.
“Thanks ya Cik,” kataku. Dia hanya tersenyum tipis dan memelukku.
Kucumbui lagi Cik Ling dan aku sangat suka menikmati kedua buah dadanya
dengan putingnya yang ranum. Hal ini membuat Cik Ling bergelinjang
kenikmatan. Kalau mulutku memaguti dan menggulumi yang kiri, tangan
kananku meremas lembut yang kiri, begitu sebaliknya. Aku seperti bayi
yang menikmati ASI dari samping. Kulihat gerakan kakinya yang
merangsangku. Lalu sambil mulutku mengulum buah dadanya, kujulurkan
tanganku menggapai liang senggamanya. Cik Ling makin menikmati
permainanku ini. Kuelus liang senggama dan sekitarnya, membuat gerakan
kakinya membuka lebar, semakin lebar menantiku menyetubuhinya.
Kurasakan liang senggamanya yang makin membasah dan akhirnya ketika
kedua kakinya masih mengangkang, aku bergerak dan berada diantara kedua
kakinya. Kupandangi liang senggamanya dan kunaikkan kaki kirinya, aku
menciumi pahanya lembut menukik ke bawah dan akhirnya aku mencumbui
liang senggamanya. Kepalaku diremas-remas dan ditekannya, kudengar
geliat dan desahnya makin menjadi-jadi. Kedua kakinya terbuka lebar di
depanku. Aku sangat menikmati liang senggamanya. Ini kali pertama aku
mencumbui liang senggama wanita. Aku mulai merasakan cairan dan
membuatku makin terangsang dan Cik Ling memintaku agar aku segera
menyelesaikannya.
Ditaruhnya kedua kakinya di pundakku dan batang kejantananku yang
sudah kembali menegang kutuntun memasuki liang senggamanya. Kumasukkan
sedikit demi sedikit dan kuputarkan di seputar liang senggama Cik Ling
yang membuatnya melenguh kenikmatan sejadi-jadinya. Aku memasukkan lagi
dan lebih dalam lagi dan akhirnya tertanam penuh di liang senggama Cik
Ling. Kupegangi kedua tangannya, aku diam sejenak merasakan sensasi
kenikmatan di sekeliling batang kejantananku, lalu kugoyangkan lembut
sementara mulutku menikmati kedua puting susunya bergantian.
Aku terus menggoyang lembut di seputar dinding kemaluannya. Aku
merasakan Cik Ling mau orgasme. Kupercepat goyanganku dan kudengar suara
teriakan tertahan, tubuh Cik Ling mengejang dan menjepit batang
kejantananku kuat-kuat. Seketika itu aku merasakan spermaku mau keluar
lagi. Akhirnya aku menikmati saat akhir yang sangat menggairahkan. Cik
Ling mencapai orgasme, juga aku. Aku merasakan sangat kenikmatan. Aku
tidak perjaka lagi.
“Thanks ya Cik,” kataku. Kukatakan itu ketika aku mengecup telinganya,
bibirnya, dahinya dan menelusuri lehernya juga dadanya yang meninggalkan
warna kemerahan. Tangannya masih agak menggelepar di kanan kiri seperti
pelepasan.
“Cik, ini kali pertama aku menyetubuhi wanita,” kataku melanjutkan. Cik Ling tersentak dan aku meyakinkannya.
“Cik Ling lah yang merenggut keperjakaanku malam ini,” kataku sambil mengecup dahi dan pipinya.
Aku dipeluknya erat lagi dan aku membalasnya.
“Cik, ini kali pertama aku menyetubuhi wanita,” kataku melanjutkan. Cik Ling tersentak dan aku meyakinkannya.
“Cik Ling lah yang merenggut keperjakaanku malam ini,” kataku sambil mengecup dahi dan pipinya.
Aku dipeluknya erat lagi dan aku membalasnya.
Malam itu aku tidur di hotel sampai pagi dengan kehangatan tubuh Cik
Ling di pelukanku. Rasanya tubuh Cik Ling menjadi selimut hangat buatku.
Pagi-pagi aku pulang ke rumah dan masuk kerja seperti biasanya walau
aku merasa ngantuk. Tapi aku minum obat penguat agar tidak ngantuk dan
terbukti cukup kuat menahan rasa kantukku. Apalagi juga dengan
kedatangan Cik Ling. Senyumnya sungguh beda. Aku suka. Dan lagi-lagi aku
sangat tertarik dengan kedua buah dadanya yang pagi itu nampak lebih
mempesona buatku. Cik Ling sepertinya bangga. Aku diteleponnya dari
ruangannya dan berkata terima kasih dan senang karena dapat membuatku
tidak perjaka lagi.
“Gila!” Pikirku. Pengalaman dengan Cik Ling membuatku makin terobsesi
menikmati tubuh gadis dan istri orang di kantorku. Aku ingin menikmati
tubuh Cik Sasa. Aku ingin menyetubuhi Ima, Nia dan Cik Nina adik ipar
Cik Ling.
Gila! Ketika aku menulis tulisan ini, aku sudah makin jauh dengan Nia. Dia istri Mas Budi. Aku ingin menikmatinya. Dan sudah kurencanakan di hotel dekat dengan rumahnya. Aku sudah belikan dia daster hitam untuk dipakai nanti dan dia menerimanya dengan suka hati. Ada hotel berbintang disana.
Gila! Ketika aku menulis tulisan ini, aku sudah makin jauh dengan Nia. Dia istri Mas Budi. Aku ingin menikmatinya. Dan sudah kurencanakan di hotel dekat dengan rumahnya. Aku sudah belikan dia daster hitam untuk dipakai nanti dan dia menerimanya dengan suka hati. Ada hotel berbintang disana.
Sementara dengan Cik Ling, aku masih terus berhubungan. Yang paling gila
adalah aku menyetubuhinya di rumahnya sendiri, di sofa di ruang
multimedia. Dia memanggilku ke sana saat suaminya ke luar negeri dua
minggu lalu. Karena memang aku pandai komputer dan multimedia. Jadi Cik
Ling memakai alasan itu. Aku menyetubuhinya berkali-kali dan Cik Ling
mengajariku berbagai posisi. Aku suka posisi dogy style, padahal sudah
kurencanakan mau kuterapkan nanti untuk Cik Sasa.. entah kapan, tapi
menjanjikan.
0 komentar:
Posting Komentar