Aku adalah seorang eksekutif muda yang baru diangkat menjadi manajer di
sebuah perusahaan swasta di Surabaya. Sebut saja namaku Aldi, tinggi 175
cm kata orang aku mirip pemain bulu tangkis Ricky S. Kisah ini terjadi
hampir setahun yang lalu. Umurku saat itu 30 tahun. Aku sudah beristri
dan beranak 2, berumur 3 tahun dan yang bungsu baru 1 bulan. Isteri dan
anakku masih tinggal di Malang karena saat melahirkan anak kedua tinggal
di rumah orang tuanya dan belum pulang ke Surabaya.
Kisah ini terjadi saat pulang dari kerja lembur sekitar pukul 11:00
malam. Dengan mobil Baleno kesayanganku, aku menyusuri Jalan di kawasan
perumahan elit yang mulai sepi karena kebetulan hujan gerimis. Ditengah
perjalanan aku melihat perempuan setengah baya berdiri di bawah pohon di
pinggir jalan. Aku merasa kasihan lalu aku menghentikan mobil dan
menghampirinya.
Aku bertanya, “Ibu sedang menunggu apa?”
Dia memandangku agak curiga tapi kemudian tersenyum. Dalam hati aku memuji, Manis juga ibu ini walaupun umurnya kelihatannya di atasku sekitar 34 -36 tahun kalau digambarkan seperti artis Misye Arsita dan saat itu perutnya agak membuncit kecil kelihatan sedang hamil muda.
Aku bertanya, “Ibu sedang menunggu apa?”
Dia memandangku agak curiga tapi kemudian tersenyum. Dalam hati aku memuji, Manis juga ibu ini walaupun umurnya kelihatannya di atasku sekitar 34 -36 tahun kalau digambarkan seperti artis Misye Arsita dan saat itu perutnya agak membuncit kecil kelihatan sedang hamil muda.
“Kalau ke manukan naik angkot apa ya Dik?”
“Wah jam segini sudah habis Bu angkotnya, Gimana kalo saya antar?”
Dia kelihatan gembira. “Apa tidak merepotkan?”
“Kebetulan rumah saya juga satu arah dari sini, mari naik!”
Setelah dia ikut mobilku, Ibu itu bercerita bahwa dia berasal dari
Jawa Tengah, dia sedang mencari suaminya yang kebetulan baru 2 minggu
kerja sebagai sopir bis jurusan Semarang-Surabaya, keperluannya ke sini
hendak mengabarkan kalau anaknya yang pertama yang berumur 15 tahun
kecelakaan dan dirawat di rumah sakit sehingga butuh uang untuk
perawatan anaknya. Kebetulan alamat yang di tulis oleh suaminya tidak
ada nomer teleponnya.
Sesampainya di alamat yang dituju kami berhenti. Setelah di depan rumah
ketika akan mengetuk pintu ternyata pintunya masih digembok, lalu kami
bertanya pada tetangga sebelah yang kebetulan satu profesi.
“Suami Ibu paling cepat 2 hari lagi pulangnya. Baru saja sore tadi bisnya berangkat ke Semarang. Kebetulan kami satu PO.”
Kemudian kami permisi pergi. Kelihatan di dalam mobil dia sedih sekali.
“Terus sekarang Ibu mau ke mana?” tanyaku.
“Sebenarnya saya pengin pulang tapi.. pasti saya nanti di marahi mertua saya kalau pulang dengan tangan kosong, lagian uang saya juga sudah nggak cukup untuk pulang.”
“Begini saja, Ibu kan rumahnya jauh, capek kan baru nyampek trus pulang lagi.. apalagi kelihatanya ibu sedang hamil, berapa bulan?”
“Empat bulan ini Dik, trus saya harus gimana?”
“Dalam dua hari ini Ibu tinggal saja di rumah saya, kan nggak jauh dari manukan nanti setelah dua hari ibu saya antar ke sini lagi, gimana?”
“Yah terserah adik saja yang penting saya bisa istirahat malam ini.”
“Oh ya, boleh kenalan.. nama Ibu siapa dan usianya sekarang berapa?”
“Panggil saja aku Mbak Menik, dan sekarang aku 35 tahun.”
“Suami Ibu paling cepat 2 hari lagi pulangnya. Baru saja sore tadi bisnya berangkat ke Semarang. Kebetulan kami satu PO.”
Kemudian kami permisi pergi. Kelihatan di dalam mobil dia sedih sekali.
“Terus sekarang Ibu mau ke mana?” tanyaku.
“Sebenarnya saya pengin pulang tapi.. pasti saya nanti di marahi mertua saya kalau pulang dengan tangan kosong, lagian uang saya juga sudah nggak cukup untuk pulang.”
“Begini saja, Ibu kan rumahnya jauh, capek kan baru nyampek trus pulang lagi.. apalagi kelihatanya ibu sedang hamil, berapa bulan?”
“Empat bulan ini Dik, trus saya harus gimana?”
“Dalam dua hari ini Ibu tinggal saja di rumah saya, kan nggak jauh dari manukan nanti setelah dua hari ibu saya antar ke sini lagi, gimana?”
“Yah terserah adik saja yang penting saya bisa istirahat malam ini.”
“Oh ya, boleh kenalan.. nama Ibu siapa dan usianya sekarang berapa?”
“Panggil saja aku Mbak Menik, dan sekarang aku 35 tahun.”
Malam itu, dia kusuruh tidur di kamar samping yang biasanya dipakai
untuk kamar tamu yang mau menginap. Rumahku terdiri dari 3 kamar, kamar
depan kupakai sendiri dan isteriku, sedang yang belakang untuk anakku
yang pertama. Malam itu aku tidur nyenyak sekali, kebetulan malam sabtu
dan di kantorku hanya berlaku 5 hari kerja jadi sabtu dan minggu aku
libur. Sebenarnya aku ingin pergi ke Malang tapi karena ada tamu,
kutangguhkan kepergianku minggu depan.
Sekitar jam 8 pagi aku bangun, kulihat sudah ada kopi yang sudah agak
dingin di meja makan serta beberapa kue di piring. Mungkinkah ibu itu
yang menyajikan semua ini. Lalu setelah kuteguk kopi itu aku bergegas ke
kamar mandi untuk cuci muka dan kencing. Karena agak ngantuk aku kurang
mengawasi apa yang terjadi, saat aku selesai kencing aku tidak sadar
kalau di bathup Mbak Menik sedang telanjang dan berendam di dalamnya.
Matanya melotot melihat kemaluanku yang menjulur bebas, ketika aku
membalik ke samping aku kaget dan sempat tertegun melihat tubuh
telanjang Mbak Menik, tubuh yang kuning langsat dan mulus itu terlihat
mengkilat karena basah oleh air dan buah dadanya.. wow besar juga
ternyata, 36B. Pasti empunya gila seks. Lalu mataku berpindah ke sekitar
pusarnya, di atas liang senggamanya tumbuh bulu kemaluannya yang lebat.
Tak sadar kemaluanku tegak berdiri dan aku lupa kalau belum
mengancingkan celana, Dan Mbak Menik sempat tertegun melihat
kejantananku yang lumayan besar, panjangnya 17 cm tapi kemudian..
“Aouuww, Dik itunyaa!” kata Mbak Menik sambil menutup buah dadanya
dengan tangan serta mengapitkan kakinya. Aku baru sadar lalu buru-buru
keluar.
Di kamar aku masih membayangkan keindahan tubuh Mbak Menik. Andai
saja aku bisa menikmati tubuh itu… aku malah berpikiran ngeres karena
memang sudah lama aku tidak mendapat jatah dari isteriku, ditambah lagi
situasi di rumah itu hanya kami berdua. Lalu timbul niat isengku untuk
mengintip lagi ke kamar mandi, ternyata dia sudah keluar lalu kucari ke
kamarnya. Saat di depan pintu samar-samar aku mendengar ada suara
rintihan dari dalam kamar samping, kebetulan nako jendela kamar itu
terbuka lalu kusibakkan tirainya perlahan-lahan. Sungguh pemandangan
yang amat syur. Kulihat Mbak Menik sedang masturbasi, kelihatan sambil
berbaring di ranjang dia masih telanjang bulat, kakinya dikangkangkan
lebar, tangan kirinya meremas liang kewanitaannya sambil jarinya
dimasukkan ke dalam lubang senggamanya, sedang tangan kanannya meremas
buah dadanya bergantian. Sesekali pantatnya diangkat tinggi sambil
mulutnya mendesis seperti orang kepedasan, wajahnya kelihatan memerah
dengan mata terpejam.
“Ouuuhh… Hhhmm… Ssstt…” Aku semakin penasaran ingin melihat dari
dekat, lalu kubuka pintu kamarnya pelan- pelan tanpa suara aku
berjingkat masuk. Aku semakin tertegun melihat pemandangan yang
merangsang birahi itu. Samar-samar kudengar dia menyebut namaku, “Ouhhh
Aldiii.. Sss Ahhh..” Ternyata dia sedang membayangkan bersetubuh
denganku, kebetulan sekali rasanya aku sudah tidak tahan lagi ingin
segera menikmati tubuhnya yang mulus walau perutnya agak membuncit,
justru menambah nafsuku. Lalu pelan-pelan kulepaskan pakaianku
satu-persatu hingga aku telanjang bulat. Batang kemaluanku sudah sangat
tegang, kemudian tanpa suara aku menghampiri Mbak Menik, kuikuti gerakan
tangannya meremasi buah dadanya. Dia tersentak kaget lalu menarik
selimut dan menutupi tubuhnya.
Sedang apa Anda di sini!, tolong keluar!” katanya agak gugup.
“Mbak nggak usah panik.. kita sama-sama butuh.. sama-sama kesepian, kenapa tidak kita salurkan bersama,” kataku merajuk sambil terus berusaha mendekatinya tapi dia terus menghindar.
“Ingat Dik, saya sudah bersuami dan beranak tiga,” Dia terus menghiba.
“Mbak, saya juga sudah beristri dan punya anak, tapi kalau sekarang terus terang saya sangat terpesona oleh Mbak.. Nggak ada orang lain di sini.. cuma kita berdua.. pasti nggak ada yang tahu.. Ayolah saya akan memuaskan Mbak, saya janji nggak akan menyakiti Mbak, kita lakukan atas dasar suka sama suka dan sama-sama butuh, mari Mbak!”
“Tapi saya sekarang sedang hamil, Dik.. kumohon jangan,” pintanya terus.
Aku hanya tersenyum, “Saya dengar tadi samar-samar Mbak menyebut namaku, berarti Mbak juga inginkan aku.. jujur saja.” Dan aku berhasil menyambar selimutnya, lalu dengan cepat kutarik dia dan kujatuhkan di atas ranjang dan secepat kilat kutubruk tubuhnya, dan wajahnya kuhujani ciuman tapi dia terus meronta sambil berusaha mengelak dari ciumanku. Segera tanganku beroperasi di dadanya. Buah dadanya yang lumayan besar itu jadi garapan tanganku yang mulai nakal.
“Ouughh jangaan Diik.. Kumohon lepaskaan..” rintihnya.
Tanganku yang lain menjalari daerah kewanitaannya, bulu-bulu lebatnya telah kulewati dan tanganku akhirnya sampai di liang senggamanya, terasa sudah basah. Lalu kugesek-gesek klirotisnya dan kurojok-rojok dinding kemaluannya, terasa hangat dan lembab penuh dengan cairan mani. “Uhhh… ssss..” Akhirnya dia mulai pasrah tanpa perlawanan. Nafasnya mulai tersengal-sengal. “Yaahhh… Ohhh… Jangaaann Diik, Jangan lepaskan, terusss…” Gerakan Mbak Menik semakin liar, dia mulai membalas ciumanku bibirku dan bibirnya saling berpagutan. Aku senang, kini dia mulai menikmati permainan ini. Tangannya meluncur ke bawah dan berusaha menggapai laras panjangku, kubiarkan tangannya menggenggamnya dan mengocoknya. Aku semakin beringas lalu kusedot puting susunya dan sesekali menjilati buah dadanya yang masih kencang walaupun sudah menyusui tiga anaknya. “Yahh… teruuuss, enaakkk…” katanya sambil menggelinjang.
“Mbak nggak usah panik.. kita sama-sama butuh.. sama-sama kesepian, kenapa tidak kita salurkan bersama,” kataku merajuk sambil terus berusaha mendekatinya tapi dia terus menghindar.
“Ingat Dik, saya sudah bersuami dan beranak tiga,” Dia terus menghiba.
“Mbak, saya juga sudah beristri dan punya anak, tapi kalau sekarang terus terang saya sangat terpesona oleh Mbak.. Nggak ada orang lain di sini.. cuma kita berdua.. pasti nggak ada yang tahu.. Ayolah saya akan memuaskan Mbak, saya janji nggak akan menyakiti Mbak, kita lakukan atas dasar suka sama suka dan sama-sama butuh, mari Mbak!”
“Tapi saya sekarang sedang hamil, Dik.. kumohon jangan,” pintanya terus.
Aku hanya tersenyum, “Saya dengar tadi samar-samar Mbak menyebut namaku, berarti Mbak juga inginkan aku.. jujur saja.” Dan aku berhasil menyambar selimutnya, lalu dengan cepat kutarik dia dan kujatuhkan di atas ranjang dan secepat kilat kutubruk tubuhnya, dan wajahnya kuhujani ciuman tapi dia terus meronta sambil berusaha mengelak dari ciumanku. Segera tanganku beroperasi di dadanya. Buah dadanya yang lumayan besar itu jadi garapan tanganku yang mulai nakal.
“Ouughh jangaan Diik.. Kumohon lepaskaan..” rintihnya.
Tanganku yang lain menjalari daerah kewanitaannya, bulu-bulu lebatnya telah kulewati dan tanganku akhirnya sampai di liang senggamanya, terasa sudah basah. Lalu kugesek-gesek klirotisnya dan kurojok-rojok dinding kemaluannya, terasa hangat dan lembab penuh dengan cairan mani. “Uhhh… ssss..” Akhirnya dia mulai pasrah tanpa perlawanan. Nafasnya mulai tersengal-sengal. “Yaahhh… Ohhh… Jangaaann Diik, Jangan lepaskan, terusss…” Gerakan Mbak Menik semakin liar, dia mulai membalas ciumanku bibirku dan bibirnya saling berpagutan. Aku senang, kini dia mulai menikmati permainan ini. Tangannya meluncur ke bawah dan berusaha menggapai laras panjangku, kubiarkan tangannya menggenggamnya dan mengocoknya. Aku semakin beringas lalu kusedot puting susunya dan sesekali menjilati buah dadanya yang masih kencang walaupun sudah menyusui tiga anaknya. “Yahh… teruuuss, enaakkk…” katanya sambil menggelinjang.
Kemudian aku bangun, kulebarkan kakinya dan kutekuk ke atas. Aku
semakin bernafsu melihat liang kewanitaannya yang merah mengkilat.
Dengan rakus kujilati bibir kewanitaan Mbak Menik. “Aaahh.. Ohhh..
enaakkk Diik.. Yaakh.. teruusss..” Kemudian lidahku kujulurkan ke dalam
dan kutelan habis cairan maninya. Sekitar bulu kemaluannya juga tak
luput dari daerah jamahan lidahku maka kini kelihatan rapi seperti habis
disisir. Klirotisnya tampak merah merekah, menambah gairahku untuk
menggagahinya. “Sudaahhh Dikk.. sekarang.. ayolah sekarang.. masukkan..
aku sudah nggak tahan..” pinta Mbak Menik. Tanpa buang waktu lagi
kukangkangkan kedua kakinya sehingga liang kewanitaannya kelihatan
terbuka. Kemudian kuarahkan batang kejantananku ke lubang senggamanya
dan agak sempit rupanya atau mungkin karena diameter kemaluanku yang
terlalu lebar.
“Pelan-pelan Dik, punya kamu besar sekali.. ahhh…” Dia menjerit saat
kumasukkan seluruh batang kemaluanku hingga aku merasakan mentok sampai
dasar rahimnya. Lalu kutarik dan kumasukkan lagi, lama-lama kupompa
semakin cepat. “Oughhh.. Ahhh.. Ahhh.. Ahhh..” Mbak Menik mengerang tak
beraturan, tangannya menarik kain sprei, tampaknya dia menikmati betul
permainanku. Bibirnya tampak meracau dan merintih, aku semakin bernafsu,
dimataku dia saat itu adalah wanita yang haus dan minta dipuaskan,
tanpa berpikir aku sedang meniduri istri orang apalagi dia sedang hamil.
“Ouuhh Diik.. Mbak mau kelu.. aaahhh…” Dia menjerit sambil tangannya
mendekap erat punggungku. Kurasakan, “Seerrr… serrr..” ada cairan hangat
yang membasahi kejantananku yang sedang tertanam di dalam kemaluannya.
Dia mengalami orgasme yang pertama. Aku kemudian menarik lepas batang
kejantananku dari kemaluannya. Aku belum mendapat orgasme. Kemudian aku
memintanya untuk doggy style. Dia kemudian menungging, kakinya
dilebarkan. Perlahan-lahan kumasukkan lagi batang kebanggaanku dan,
“Sleeep..” batang itu mulai masuk hingga seluruhnya amblas lalu kugenjot
maju mundur. Mbak Menik menggoyangkan pinggulnya mengimbangi gerakan
batang kejantananku. “Gimaa.. Mbaak, enak kan?” kataku sambil
mempercepat gerakanku. “Yahhh.. ennakk.. Dik punyaa kamu enak banget..
Aahhh.. Aaah.. Uuuhh.. Aaahh.. ehhh..” Dia semakin bergoyang liar
seperti orang kesurupan. Tanganku menggapai buah dadanya yang
menggantung indah dan bergoyang bersamaan dengan perutnya yang
membuncit. Buah dada itu kuremas-remas serta kupilin putingnya. Akhirnya
Aku merasa sampai ke klimaks, dan ternyata dia juga mendapatkan orgasme
lagi. “Creeett.. croottt.. serrr..” spermaku menyemprot di dalam
rahimnya bersamaan dengan maninya yang keluar lagi.
Kemudian kami ambruk bersamaan di ranjang. Aku berbaring, di sebelah
kulihat Mbak Menik dengan wajah penuh keringat tersenyum puas kepadaku.
“Terima kasih Dik, saya sangat puas dengan permainanmu,” katanya.
“Mbak, setelah istirahat bolehkah saya minta lagi?” tanyaku.
“Sebenarnya saya juga masih pengin, tapi kita sarapan dulu kemudian kita lanjutkan lagi.”
“Terima kasih Dik, saya sangat puas dengan permainanmu,” katanya.
“Mbak, setelah istirahat bolehkah saya minta lagi?” tanyaku.
“Sebenarnya saya juga masih pengin, tapi kita sarapan dulu kemudian kita lanjutkan lagi.”
Akhirnya selama 2 hari sabtu dan minggu aku tidak keluar rumah,
menikmati tubuh montok Mbak Menik yang sedang hamil 4 bulan. Berbagai
gaya kupraktekkan dengannya dan kulakukan di kamar mandi, di dapur dan
di meja makan bahkan sempat di halaman belakang karena rumahku
dikelilingi tembok. Di tanah kubentangkan tikar dan kugumuli dia
sepuasnya. Pada istriku kutelepon kalau aku ada tugas luar kota selama 2
hari, pulangnya hari Senin. Mbak Menik bilang selama 2 hari itu dia
betul-betul merasakan seks yang sesungguhnya tidak seperti saat dia
bersetubuh dengan suaminya yang asal tubruk lalu KO. Dan Dia berjanji
kalau sedang mengunjungi suaminya, dia akan menyempatkan meneleponku
untuk minta jatah dariku.
Minggu malam kuantarkan dia ke kost suaminya tapi hanya sampai ujung
gang dan tidak lupa kuberi dia uang sebesar Rp 500.000,- sebagai
bantuanku pada anaknya yang sedang di rumah sakit. Setelah istriku balik
ke rumah, dia menghubungiku lewat telepon di kantor dan ketemu di
terminal. Kami melakukan persetubuhan disalah satu hotel murah di
Surabaya atau kadang di Pantai Kenjeran kalau malam hari. Hingga
kehamilannya menginjak usia 7 bulan kami berhenti, hingga sekarang dia
belum memberi kabar, kalau dihitung anaknya sudah lahir dan berusia 6
bulan.
0 komentar:
Posting Komentar