Nama saya Andi, saat itu saya berumur 25 tahun, telah berkeluarga dengan
istri bernama Sinta, serta telah dikaruniai dua orang anak yang pertama
berumur 3 tahun dan kedua berumur 1 tahun. Cerita ini bermula dari
kebiasaan saya yang sering nongkrong di warteg di komplek tempat saya
tinggal pada waktu santai.
Pemilik Warteg itu adalah sepasang pengantin baru yang baru menikah 7
bulan. Penjaganya adalah istri dari pengantin baru tersebut yang
bernama Diana, sedangkan suaminya adalah seorang sopir bus AKAP, yang
sering bertugas sampai berhari-hari baru pulang dan bernama Juanda. Saya
dan istri sayapun kenal baik dan akrab dengan mereka.
Pada suatu hari saya kembali nongkrong di Warteg itu yang pada saat
itu suasana sudah mulai sepi karena hari sudah menjelang malam. Pada
saat itu Diana sedang berkemas-kemas untuk menutup wartegnya. Saya lalu
mengajak Diana mengobrol sambil dia berkemas-kemas
“Kok sendirian Yan?” tanya saya. (Saya memanggilnya Dian/Yan)
“Iya nih Kak, Kak Juandanya tadi pagi baru berangkat!”
“Kemana?”
“Katanya hari ini tujuan Jakarta, dan sampai 8 hari baru bisa pulang,” katanya.
“Oh ya Kak saya tinggal dulu ya, mau mandi, habis dari tadi rame sih belum sempat mandi,” katanya lagi. Lalu Diana masuk ke dalam rumahnya untuk mandi.
“Iya nih Kak, Kak Juandanya tadi pagi baru berangkat!”
“Kemana?”
“Katanya hari ini tujuan Jakarta, dan sampai 8 hari baru bisa pulang,” katanya.
“Oh ya Kak saya tinggal dulu ya, mau mandi, habis dari tadi rame sih belum sempat mandi,” katanya lagi. Lalu Diana masuk ke dalam rumahnya untuk mandi.
Setelah setengah jam Diana keluar lagi dengan rambut yang masih basah,
dan memakai daster yang membuat saya menahan napas karena kalau kena
lampu kelihatan BH dan CDnya yang menerawang dari balik daster yang
dipakainya, serta membawa secangkir kopi untukku, dan duduk di kursi
yang ada di depanku. Harum sabun mandi yang dipakai saat mandi masih
tercium saat Diana duduk, dan ini membuat nafsu saya agak tergugah dan
kontol saya mulai ngaceng.
“Diminum Kak kopinya,” katanya mempersilakan.
“Terima kasih,” jawabku sambil menghirup kopi yang disuguhkan.
“Apa enggak takut ditinggal sendirian,” tanyaku memulai obrolan.
“Ya enggaklah, kan tetangga di sekitar sini baik-baik Kak?” jawabnya.
“Terima kasih,” jawabku sambil menghirup kopi yang disuguhkan.
“Apa enggak takut ditinggal sendirian,” tanyaku memulai obrolan.
“Ya enggaklah, kan tetangga di sekitar sini baik-baik Kak?” jawabnya.
Lalu obrolan kami terus berlanjut dan haripun bertambah malam. Karena
suasana yang mulai sepi saya mencoba memancingnya dengan obrolan yang
dapat membangkitkan gairah.
“Yan kamu nggak kesepian ditinggal suamimu berhari-hari gini?”
“Mau gimana lagi Kak, namanya juga tuntutan pekerjaan”
“Kasihan! Masa pengantin baru ditinggal kedinginan kaya gini”
“Ih, siapa lagi yang kedinginan?” jawabnya agak centil.
“Mau gimana lagi Kak, namanya juga tuntutan pekerjaan”
“Kasihan! Masa pengantin baru ditinggal kedinginan kaya gini”
“Ih, siapa lagi yang kedinginan?” jawabnya agak centil.
Merasa ada respon sayapun tambah semangat.
“Ya kan kasihan, orang pengantin baru itu biasanya kan kalau tidur selalu berpelukan biar tidak kedinginan”
“Siapa bilang kalau pengantin baru itu kalau tidur selalu berpelukan?”
“Buktinya kakak semasa pengantin baru selalu tidur berpelukan.”
“Enak dong Mbak Sinta selalu tidur dipeluk kakak”
“Ya begitulah, kalau kamu mau, saya juga mau tidur pelukin kamu,” kata saya sambil bercanda.
“Ih kakak ini Piktor (pikiran kotor) deh”
“Emang Mbak Sinta boleh kakak tidur pelukin cewek lain?” sambungnya.
“Ya jangan ketahuan dong,” jawabku, sambil aku memandang wajah cantiknya dan menanti responnya.
“Siapa bilang kalau pengantin baru itu kalau tidur selalu berpelukan?”
“Buktinya kakak semasa pengantin baru selalu tidur berpelukan.”
“Enak dong Mbak Sinta selalu tidur dipeluk kakak”
“Ya begitulah, kalau kamu mau, saya juga mau tidur pelukin kamu,” kata saya sambil bercanda.
“Ih kakak ini Piktor (pikiran kotor) deh”
“Emang Mbak Sinta boleh kakak tidur pelukin cewek lain?” sambungnya.
“Ya jangan ketahuan dong,” jawabku, sambil aku memandang wajah cantiknya dan menanti responnya.
Diana lalu memandangku dengan tatapan yang menggoda.
“Kalau kakak tidur pelukin saya dan ketahuan Mbak Sinta gimana hayoo?”
“Nggak mungkin ketahuan kalau kamu mau,” pancingku sambil bergeser duduk disampingnya, dan kugenggam tangannya yang tampak bergetar, dan ternyata Diana diam saja.
“Jangan disini Kak nanti ada orang lihat,” katanya.
“Nggak mungkin ketahuan kalau kamu mau,” pancingku sambil bergeser duduk disampingnya, dan kugenggam tangannya yang tampak bergetar, dan ternyata Diana diam saja.
“Jangan disini Kak nanti ada orang lihat,” katanya.
Karena mendapat angin aku mengajak Diana masuk ke dalam rumahnya. Begitu
masuk ke dalam rumahnya saya langsung menutup pintu dan memeluk Diana
dari belakang. Semula dia menolak dengan alasan takut ketahuan. Aku yang
sudah dikuasai nafsu terus merayu Diana yang masih ragu. Aku sudah
tidak peduli apa-apa lagi kecuali menikmati tubuh Diana yang cantik ini.
Aku membalikkan tubuh Diana dan langsung melumat bibirnya yang sexy
itu.
“Mmhh,” desah Diana.
Aku terus menyerangnya dengan bergairah. Tangankupun tak tinggal diam,
aku meremas buah dadanya yang montok dari balik dasternya.
“Mmhh Kak,” desahnya yang mulai terangsang.
Aku lalu membopong tubuh Diana ke kamarnya yang ditunjuk Diana dan
merebahkannya di ranjang yang merupakan ranjang pengantin Diana. Lalu
aku berdiri dan membuka baju dan celana panjangku agar tidak kusut, dan
yang tertinggal hanya celana dalamku
Kontolku yang dari tadi ngaceng tampak menonjol di balik CDku. Lalu aku
mendekati Diana yang terbaring diranjang sambil memandangku. Aku kembali
mengulum bibirnya yang sexy itu sambil tanganku mengelusi pahanya yang
putih. Diana menyambut ciumanku dengan bernafsu. Setelah puas aku
melanjutkan ciumanku ke lehernya yang jenjang dan secara perlahan-lahan
aku membuka dasternya, dan dilanjutkan dengan BH dan CDnya. Kini tubuh
Diana yang mulus terpampang pasrah di ranjang. Kemudian aku menciumi
buah dadanya yang kiri sedangkan tanganku meremas buah dadanya yang
kanan.
“Aww… geli Kak,” rintihnya yang membuat aku tambah bersemangat.
“Buah dada kamu bagus Yan” kataku.
“Emang punya Mbak Sinta jelek ya?” tanyanya menggodaku.
“Bagusan punya kamu” kataku merayunya.
“Aahh enak Kak, terus Kak, isap Kak yang kuaat” rintihnya.
“Buah dada kamu bagus Yan” kataku.
“Emang punya Mbak Sinta jelek ya?” tanyanya menggodaku.
“Bagusan punya kamu” kataku merayunya.
“Aahh enak Kak, terus Kak, isap Kak yang kuaat” rintihnya.
Setelah puas dengan buah dadanya ciumanku aku lanjutkan ke bawah
menyusuri perutnya yang ramping terus ke bawah hingga menyentuh bulu
bulu halus diatas memeknya. Lalu aku mulai menjilati memeknya yang telah
basah oleh cairan birahi.
“Aahh enak Kak, diapain Kak memekku,” rintihnya.
“Terus Kak aahh!! Enak sekali Kak, Kak juanda tidak pernah mau begini Kak aahh!!” rintihnya lagi.
“Terus Kak aahh!! Enak sekali Kak, Kak juanda tidak pernah mau begini Kak aahh!!” rintihnya lagi.
Sesaat kemudian Diana menekan kepalaku semakin dalam di memeknya, dan
ternyata dia mendapat orgasmenya yang pertama. Kemudian aku naik untuk
mencium bibirnya kembali dan disambut dengan buas oleh Diana.
“Enak nggak Yan?” tanyaku.
“Enak sekali Kak,” jawabnya
“Emang Juanda nggak pernah ya?”
“Enggak Kak, jijik katanya”
“Tolol sekali dia,” batinku.
“Buka dong Kak CDnya”
“Diana dong bukain”
“Ih Kak Andi manja deh,” katanya sambil membuka CDku.
“Enak sekali Kak,” jawabnya
“Emang Juanda nggak pernah ya?”
“Enggak Kak, jijik katanya”
“Tolol sekali dia,” batinku.
“Buka dong Kak CDnya”
“Diana dong bukain”
“Ih Kak Andi manja deh,” katanya sambil membuka CDku.
Kontolku yang sudah tegang dari tadi langsung meloncat keluar begitu CD
ku diturunkan oleh Diana. Tampak Diana terbelalak melihat kontolku.
“Besar sekali Kak,” katanya kaget.
“Emang punya suamimu kecil ya?” tanyaku.
“Paling setengah dari punya kakak,” katanya sambil meremas kontolku.
“Aahh enak Yan” desahku
“Enak nggak Kak kontol sebesar ini masuk dimemekku nanti?” tanyanya.
“Emang punya suamimu kecil ya?” tanyaku.
“Paling setengah dari punya kakak,” katanya sambil meremas kontolku.
“Aahh enak Yan” desahku
“Enak nggak Kak kontol sebesar ini masuk dimemekku nanti?” tanyanya.
Aku tersenyum sambil mengangguk.
“Jilati Yan” pintaku.
Lalu Diana menunduk untuk mencium Kontolku yang super menurutnya.
“Aahh enak, enak Yan jilati terus Yan aahh!!” rintihku.
Lalu Diana memasukkan kontolku ke dalam mulutnya, dan mengulum
kontolku. Tampak Diana kesusahan mengulum kontolku yang besar didalam
mulutnya. Setelah beberapa saat aku menarik Diana keatas dan
membaringkannya secara telentang. Diana mengerti dan segera membuka
pahanya lebar lebar. Aku segera mengarahkan kontolku dan menyentuh
lobang memeknya yang semakin banjir oleh cairannya.
“Lambat-lambat Kak, aku belum pernah dimasuki kontol sebesar itu” pintanya.
Aku tersenyum memandangnya sambil mengangguk.
“Aaww… Kak, sakit Kak aahh!!”
Aku menghentikan dorongan pantatku dan mendiamkannya sejenak. Setelah
Diana tenang kembali aku mendorong laju kontolku ke dalam memeknya.
“Aaww Kak enak!! Terus Kak enak, kontol kakak enak Kak, aawwuuhh enak kontol kakak besar enak,” erangnya dengan liar.
Mendengar itu aku tambah bersemangat untuk memompa kontolku didalam
memeknya. Kemudian aku memeluknya sambil berbisik ditelinganya,
“Enak nggak kontol kakak?”
“Oohh enak sekali Kak, kontol kakak enak sekali, besar panjang sampai sesak memek diana” racaunya dengan Vulgar.
“Oohh enak sekali Kak, kontol kakak enak sekali, besar panjang sampai sesak memek diana” racaunya dengan Vulgar.
Mendengar itu aku terpancing untuk melayani racau Vulgarnya.
“Enak mana kontol kakak dengan kontol suamimu?” tanyaku.
“Lebih enak kontol kakak, kontol kakak tiada duanya oohh!! Aahh” rintihnya.
“Memek kamu juga enak, legit juga sempit sepeti perawan” kataku.
“Lebih enak kontol kakak, kontol kakak tiada duanya oohh!! Aahh” rintihnya.
“Memek kamu juga enak, legit juga sempit sepeti perawan” kataku.
Mendengar itu Diana lalu bertanya,
“Enakan mana memek Diana dengan memek Mbak Sinta aaww!! Oohh!!”
“Sama sama enak, tapi lebih enak punya Diana karena masih sempit,” jawabku sambil terus memompa kontolku.
“Sama sama enak, tapi lebih enak punya Diana karena masih sempit,” jawabku sambil terus memompa kontolku.
Tak lama kemudian aku merasa akan segera meledak begitu juga dengan Diana.
“Aahh aku mau keluar Yan”
“Diana juga Kak”
“Kita keluarkan sama sama Yan, aahh!! Oohh keluarkan dimana Yan?”
“Keluarkan didalam saja Kak aahh,” jerit panjang Diana, lalu akupun menyusul.
“Aahh!!” jeritku sambil memeluk erat Diana.
“Diana juga Kak”
“Kita keluarkan sama sama Yan, aahh!! Oohh keluarkan dimana Yan?”
“Keluarkan didalam saja Kak aahh,” jerit panjang Diana, lalu akupun menyusul.
“Aahh!!” jeritku sambil memeluk erat Diana.
Kemudian kami berdua terkulai lemas setelah pertempuran panjang itu. Aku mencium kening Diana lalu mengecup bibirnya.
“Terima kasih Yan”
“Sama-sama Kak”
“Sama-sama Kak”
Lalu aku segera turun dari ranjang dan berpakaian karena tanpa terasa
jam sudah menunjukkan pukul 23.00 WIB. Sebelum pulang aku kembali
menghampiri Diana yang masih tergolek lemas di ranjang dan melumat
bibirnya, sambil berjanji untuk mengulanginya.
Setelah dirumah ternyata istri dan anak-anak telah tidur.
Dan pada saat suami Diana tak ada di rumah kamipun kembali melakukannya,
baik di rumahnya maupun di hotel, sampai suami Diana berhenti dari
pekerjaanya, karena Diana telah melahirkan bayi dan harus merawat
bayinya.
Sampai saat ini saya dan Diana masih tidak dapat memperhitungkan
sebenarnya bayi yang dilahirkannya itu merupakan benih dari siapa,
apakah benih dariku atau suaminya, karena kalau dilihat secara teliti
wajah sang bayi sangat mirip suaminya tetapi badan si bayi sangat mirip
denganku. Namun demikian masalah ini sampai sekarang tidak pernah
dipermasalahkan oleh suami Diana sehingga perselingkuhanku dengan Diana
tidak pernah terbongkar dan kami dua keluarga tetap bersahabat dan tetap
akrab. –
0 komentar:
Komentar baru tidak diizinkan.